Berdusta Atas Nama As-Syaikh Al-Ghudayaan ?


Tanya : Terkait tulisan Anda di artikel Surat Singkat – Undocumented yang ditujukan kepada admin tukpencarialhaq, ada pernyataan Anda yang mengatakan  Asy-Syaikh Al-Ghudayaan rahimahullah  menjarh Asy-Syaikh Rabii’ berkaitan isu irjaa’. Pernyataan Anda telah dijawab oleh yang bersangkutan dan Anda dikatakan telah berdusta atas nama Asy-Syaikh Al-Ghudayaan. Bagaimana tanggapan Anda ?.
Jawab : Memang benar saya telah menuliskan hal itu dengan menukil dari forum alathary.[1]Perkataan Asy-Syaikh Al-Ghudayaan rahimahullah tersebut berkaitan dengan sebuah artikel yang ditulis oleh Asy-Syaikh Rabii’ hafidhahullah yang menjelaskan tentang iman adalah ashl (pokok) dan amal adalah far’ (cabang).[2]Pertanyaan yang diajukan kepada Asy-Syaikh Al-Ghudayaan rahimahullah terkait perkataan-perkataan Asy-Syaikh Rabii’ hafidhahullah bukan hanya sekali atau dua kali, namun beberapa kali. Diantaranya, yang masih terkait isu yang sama (irjaa’) adalah :
السائل : يا شيخ هناك مقال أريد منك التعليق عليه هل هو صحيح أم خطأ. المقال في الإنترنيت يقول صاحب هذا المقالكثير من العلماء يقول الإيمان أصل والعمل كمال( العمل فرع)؟
الشيخ: هذا ليس بصحيح.
السائل: هل هو من عقيدة أهل السنة والجماعة ؟
الشيخ : لآ , هذا من عقيدة المرجئة.
السائل: بارك الله فيك ياشيخ.
الشيخ: حياك الله مع السلامة.
السائل :السلام عليكم ورحمة الله وبركاته.
الشيخ: وعليكم السلا.
Penanya :“Ya syaikh, terdapat satu perkataan yang saya ingin komentar Anda terhadapnya, benar ataukah salah. Perkataan tersebut terdapat di internet. Pemilik perkataan ini berkata : ‘banyak ulama yang mengatakan mengatakan bahwa iman adalah pokok sedangkan amal adalah penyempurna (amal adalah cabang)”.
Asy-Syaikh Al-Ghudayaan : “Perkataan ini tidak benar”.
Penanya : “Apakah hal tersebut termasuk ‘aqidah Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah ?”.
Asy-Syaikh Al-Ghudayaan : “Tidak, ini termasuk ‘aqidah Murji’ah”.
Penanya : Baarakallaahu fiik ya syaikh”.
Asy-Syaikh Al-Ghudayaan : Hayaakallaah, ma’as-salaamah”.
Penanya : Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh”.
Asy-Syaikh Al-Ghudayaan : Wa’alaikumus-salaam”.
[Rekaman suara dapat diunduh di sini].[3]
Di kesempatan lain, Asy-Syaikh Al-Ghudayaan pernah ditanya :
هناك قول لأحد الدكاترة من عندكم من مكة يدعى ربيع المدخلي يقول: أن كلمة جنس العمل محدثة، ولا أصل لها في القرآن، وفي السنة، ولم يدخلها السلف في تعريف الإيمان، أحدثها التكفيريون والقطبيون، فما صحة هذا؟
“Terdapat satu perkataan dari salah seorang doktor di sisi Anda yang tinggal di Makkah yang bernama Rabii’ Al-Madkhaliy. Ia berkata bahwasannya kalimat jinsul-‘amal adalah muhdats (bid’ah), tidak ada asalnya dalam Al-Qur’an, As-Sunnah, dan tidak pula dimasukkan salaf dalam ta’rif iman. Kalimat tersebut diada-adakan oleh kalangan takfiriyyuun dan quthbiyyuun. Benarkan perkataan ini ?”.
Beliau hafidhahullahmenjawab :
هذا ليس بصحيح، هذا الكلام ليس بصحيح؛ لأن هذا مذهب المرجئة
“Ini tidak benar. Perkataan ini tidak benar, karena ini adalah madzhab Murji’ah”.
[Sumber : Intishaar fii Fataawaa Al-‘Ulamaa’ Al-Kibaar, dikumpulkan oleh Abu Mu’aadz As-Salafiy, hal. 103].[4]
Terlepas yang tersebut di atas, perlu saya tegaskan di sini bahwa apa yang dikatakan Asy-Syaikh Rabii’ adalah benar. Beliau hafidhahullah telah menjelaskan dengan gamblang tentang perkataan beberapa ulama Ahlus-Sunnah mengatakan bahwa amal (jawaarih) adalah cabang (iman) dan penyempurna (iman) dalam makalah beliau yang berjudul : Hal Yajuuz an-Yurmaa bil-Irjaa’ Man Yaquulu : Innal-Iimaan Ashlun wal-‘Amala Kamaalun (Far’un)”. Beliau hafidhahullah tetap mengatakan amal masuk dalam cakupan iman, iman dapat bertambah dan dapat pula berkurang. Ketidaksetujuan Asy-Syaikh Al-Ghudayaan rahimahullahtidak dapat menghapuskan fakta yang dinukilkan oleh Asy-Syaikh Rabii’ hafidhahullah.
Begitu pula tentang istilah jinsul-‘amal. Istilah ini tidak ternukil dari salaf dan baru muncul di era belakangan.[5] Bahkan Asy-Syaikh Muhammad bin Shaalih Al-‘Utsaimiin rahimahullah mengatakan penyebutan istilah itu tidak ada faedahnya.[6]
Asy-Syaikh Al-Ghudayaan rahimahullahadalah seorang ulama yang berijtihad, dan seorang ulama tetap diberikan pahala atas ijtihadnya meskipun keliru.
Kembali ke masalah yang ditanyakan…..
Jadi, apakah jarh[7] dari Asy-Syaikh Al-Ghudayaan kepada Asy-Syaikh Rabii’ dikatakan dusta ?. Atau, apakah pengingkaran Asy-Syaikh Al-Ghudayaan terhadap perkataan Asy-Syaikh Rabii’ manipulatif belaka ?
Kalau mereka membawakan bukti bahwa Asy-Syaikh Al-Ghudayaan mengingkari telah membantah Asy-Syaikh Rabii’ dalam permasalahan irjaa’, maka sebenarnya saya telah mendahului membawakan perkataan Asy-Syaikh Al-Ghudayaan di Blog ini.[8] Saya hingga kini masih yakin bahwa mereka semua adalah ulama bersaudara, yang menjawab sesuai dengan pertanyaan yang disampaikan.
Kalau kita perhatikan baik-baik beberapa isu terkait Asy-Syaikh Rabii’ dalam masalah irjaa’, maka kita dapatkan apa yang beliau hafidhahullah jelaskan hampir bisa dikatakan samadengan yang dijelaskan Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Halabiy. Begitu pula terkait beberapa fatwa yang dihubungkan dengan Asy-Syaikh Al-Ghudayaan rahimahullah.
Tapi mengapa pengunyah bangkai tersebut hanya mengambil fatwa Asy-Syaikh Al-Ghudayaan terhadap Asy-Syaikh ‘Aliy dalam masalah irjaa’, namun menutup mata beberapa perkataan Asy-Syaikh Al-Ghudayaan terkait Asy-Syaikh Rabii’ dalam isu yang sama ?. Bagaimana pendapat pengunyah bangkai tersebut terhadap pernyataan Asy-Syaikh Al-Ghudayaan yang dibawakan di atas ?. Apakah pengunyah bangkai itu tidak membaca penjelasan Asy-Syaikh Ibnul-‘Utsaimiin, Asy-Syaikh ‘Ubaid, atau Asy-Syaikh Husain Aalusy-Syaikh jika itu dikaitkan dengan fatwa Lajnah terhadap dua buku Asy-Syaikh ‘Aliy[9] ?. Barangkali pengunyah bangkai itu tidak paham pokok permasalahan yang dibicarakan. Asal ada tahdzir, diambil tanpa ada analisis isi. Barangkali pengunyah bangkai itu hanya ikut-ikutan. Barangkali, benar apa yang saya katakan sebelumnya bahwa pengunyah bangkai itu : “membawakannya karena semangat sektarian”. Ending bagi orang yang cerdas : Tulisannya tak ada mutunya.
Jadi, tinggalkanlah situs murahanitu, tak banyak manfaat diperoleh selain asupan gizi buruk yang membahayakan hati orang yang membacanya.
Itu saja sedikit jawaban saya, semoga memberi kejelasan.
Wallaahul-musta’aan.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai, 23051434/04042013 – 02:55].



[2]      Diantaranya artikel beliau hafidhahullah di : http://www.rabee.net/show_des.aspx?pid=3&id=200.
[3]      Suara dalam rekaman ini agak pelan, sehingga volumenya perlu ditinggikan.
[4]      Silakan dengar rekaman rekaman suaranya di bawah dengan transkrip yang sedikit berbeda :
[5]      Beberapa fudlalaa’ menggunakan istilah jinsul-‘amal – yang dengan perkataan mereka ini, para pendengki menghantam beberapa ulama Ahlus-Sunnah yang berbeda ijtihad (yang mengingkari penggunaan istilah ini) dengan fudlalaa’ tersebut dengan sebutan Murji’ah.
[6]      Al-As-ilah Al-Qathariyyah, kaset 1, side A – lihat : http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=90050.
[7]      Kalaupun mau dianggap jarh - sebagaimana yang sering mereka maui dari kata ini dalam konteks pertanyaan dan jawaban yang diajukan kepada seorang ulama.

wdcfawqafwef