DPR Menjadi “Peternakan Koruptor”

moslem-eagle.blogspot.com - Jakarta –  Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas, pernah berpendapat bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah berubah fungsinya menjadi ‘Peternakan Koruptor’. Sedangkan Partai-Partai Politik (Parpol) juga beralih fungsi menjadi ‘Tempat Pembibitan Koruptor’. Dari fakta kasus-kasus korupsi yang ditangani KPK terbukti bahwa pendapat Busyro tersebut benar adanya. Para Anggota DPR yang notabene orang partai itu bak berdiri dalam antrean panjang untuk masuk ke dalam penjara KPK. Dalam kasus suap Cek Pelawat (Traveller’s Cheque) saat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004, misalnya, puluhan anggota DPR telah dijebloskan ke penjara karena terbukti terlibat. Belum lagi kasus suap Wisma Atlet yang sudah menjadikan dua anggota DPR fraksi Partai Demokrat M.Nazaruddin dan Angelina Sondakh sebagai terpidana dan tersangka. Masih ada lagi kasus korupsi proyek Hambalang yang diduga akan melibatkan banyak anggota DPR. Lagi-lagi ucapan Busyro terbukti kebenarannya, bahwa DPR telah beralih fungsi menjadi ‘Peternakan Koruptor’, sedangkan Partai-Partai Politik (Parpol) adalah ‘Tempat Pembibitan Koruptor’ yang akan didudukkan di kursi-kursi DPR.
Menurut hasil survei yang dilakukan lembaga survei nasional Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) di 33 provinsi selama 14-24 Mei 2012. Sebanyak 47 persen dari total responden menilai DPR sebagai lembaga yang paling korup di seluruh Indonesia.
Koordinator Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi), Sebastian Salang, menilai gaya hidup hedonis dan rakus anggota DPR sebagai faktor utama wakil rakyat ini kerap melakukan praktik korupsi. “Gaya hidup mereka hedonis dan rakus, tapi saya yang jadi heran ada orang DPR yang sudah kaya ketika jadi anggota di DPR juga malah semakin maruk,” tandas Sebastian Salang dalam forum dialog Polemik bertajuk ‘DPR Terkorup’ yang digelar di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (9/6/2012).
Yang kedua, lanjut Sebastian, sistem pemilu di Indonesia yang membutuhkan biaya politik yang mahal. ”Alasan itu para anggota DPR berlomba-lomba mencari duit untuk memenuhi kebutuhan tersebut,“ ujarnya.
Sebastian Salang menegaskan jika ingin Indonesia bersih dari korupsi, maka harus berawal membersihkan pusat korupsi di Indonesia, yaitu DPR. Menurutnya jika para anggota DPR bisa bersih, maka secara otomatis lembaga perwakilan rakyat tersebut bisa menuntut penegak hukum untuk bisa bebas dari korupsi. Artinya, lanjut Sebastian, DPR akan benar-benar melakukan pengawasan secara maksimal ke lembaga peradilan seperti Kejaksaan, Kepolisian, atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ”Kita bersihkan dulu DPRnya. Kalau DPRnya bersih, mereka akan membersihkan KPK, Kepolisian, Kejaksaan,” tegasnya.
Sementara dalam forum dialog tersebut, Anggota Komisi VII DPR, Dewi Ariyani tidak setuju dengan Sebastian, dan malah mengatakan sebaliknya. Praktik korupsi di DPR, menurutnya, bisa diatasi apabila petugas penegak hukum seperti Kejaksaan ataupun Kepolisian juga telah dinyatakan bersih dari kasus korupsi. “Justru harusnya diutamakan penegakan hukum, seperti kejaksaan, polisi, itu tidak direformasi secara besar-besaran. Penegak hukum diibaratkan jadi sapunya, yang harus bersih dulu. Ini kan mereka kan juga melakukan korupsi,” sanggah Dewi.
Dari rekam jejak perjalanan kasus-kasus skandal mega korupsi yang pernah tercatat di negeri ini, KPK dan aparat penegak hukum perlu memusatkan panca inderanya ke para penghuni gedung-gedung DPR dan DPRD di seluruh Indonesia. Karena tempat-tempat itulah yang menjadi pusat korupsi di Indonesia. Ditempat-tempat itulah dilakukan ‘Peternakan Koruptor’ yang telah lolos melalui proses ‘Pembibitan Koruptor’ di parpol-parpol yang mendudukkan para pelaku “seni korupsi” tersebut di kursi-kursi DPR. [KbrNet/adl/moslem-eagle.blogspot.com]

wdcfawqafwef