Jika Anak Dipaksa Menulis


Suatu hari seorang teman bertanya, “Bu Wid, saya punya anak umur 3 tahun, kalau saya ajari nulis boleh nggak?”
“Bagaimana cara Bunda mengajarinya?” saya balik bertanya.
“Saya kasih dia buku tulis dan pensil, kadang saya titik-titik hurufnya, kadang-kadang saya pegangin tangannya,” jawabnya.
Alih-alih menjawab, saya malah kembali bertanya, “Apa yang anak Bunda tulis di bukunya?”
“Saya tuliskan dulu kalimatnya Bu, misal ayah pergi ke kantor, nah anak saya ngikutin nulis dari no 1-10,” jawabnya.
“Menulis itu ada tahapannya, Bun. Boleh kita ajarkan menulis asal sesuai dengan tahapannya,” tukas saya.
Beberapa waku lalu, sahabat saya datang ke sekolah. Ia menceritakan bahwa keponakannya usia kelas 5 SD mendapat PR membuat karangan. Keponakannya meminta dia yang mengerjakan PR tersebut. Sahabat saya tidak serta merta membantu, ia malah bertanya “Kenapa tidak mengerjakan sendiri?”
Keponakannya menjawab, “Aku nggak bisa, Tante.”
“Tulis aja pengalaman sehari-hari,” tukasnya.
Lagi-lagi keponakannya menjawab, “tetep aku nggak bisa.”
Anak usia 3 tahun sudah “dipaksa” menulis , efek jangka pendeknya akan seperti kasus yang dialami keponakan teman saya. Pada saat seharusnya ia siap menulis, malah tidak tertarik sama sekali. Banyak alasannya, capeklah, susahlah, atau malah tidak bisa sama sekali. Efek jangka panjangnya, ketika duduk dibangku kuliah, tugas makalah menjadi tugas yang sangat berat baginya. Apalagi menyusun skripsi atau tesis perlu waktu lama untk menyelesaikannya. Hingga lulus S2 maupun S3 sedikit sekali karya tulis yang dibuatnya.
Menulis juga ada tahapannya. Dimulai dari membuat coretan hingga tiba pada tahap membuat tulisan. Penting mengajarkan anak kita menulis sejak dini. Hal pertama yang harus kita siapkan agar anak siap menulis adalah menguatkan jari dan tangannya. Sejak dini beri banyak kegiatan meremas, merobek juga menggunting kertas. Berikan juga kegiatan memungut biji, meraup, merangkak,merayap. Lalu berikan kertas dan krayon agar anak mulai membuat coretan.Hal ini yang perlu dilakukan guru maupun orangtua.
Setelah motorik kasar dan motorik halusnya kita bangun, anak akan menikmati kegiatan menulisnya. Mulai dari menulis segala sesuatu yang dekat dengan dirinya. Menulis nama sendiri, bunda, ayah, adik, kakak, nama orang yang dikenal hingga benda-benda di sekitarnya.
Setelah kemampuan ini dimiliki, anak akan menuliskan apa yang ingin dilakukan, apa yang dipikirkan dengan senang.
Apalah artinya kita “memaksa” anak menulis sejak dini. Jika besar tidak menjadi orang-orang yang cinta menulis. Membangun kemampuan menulis anak sesuai tahapannya akan melahirkan anak-anak yang bisa menulis dan senang menulis.
Oleh: Widianingsih, M.Ag (Pemilik Sekolah Sentra Bukit Pelangi, Jatinangor)

wdcfawqafwef