Allah ta’ala telah menjanjikan kenikmatan surga bagi siapa saja yang beriman kepada-Nya. Salah satu kenikmatan surga itu adalah diberikannya seseorang dengan pasangan dari eks-istrinya di dunia (yang masuk surga bersamanya)[1]dan juga dari kalangan bidadari-bidadari surga. Allah ta’ala berfirman :
إِلا عِبَادَ اللَّهِ الْمُخْلَصِينَ * أُولَئِكَ لَهُمْ رِزْقٌ مَعْلُومٌ * فَوَاكِهُ وَهُمْ مُكْرَمُونَ * فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ * عَلَى سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ * يُطَافُ عَلَيْهِمْ بِكَأْسٍ مِنْ مَعِينٍ * بَيْضَاءَ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ * لا فِيهَا غَوْلٌ وَلا هُمْ عَنْهَا يُنْزَفُونَ * وَعِنْدَهُمْ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ عِينٌ * كَأَنَّهُنَّ بَيْضٌ مَكْنُونٌ
“Tetapi hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa). Mereka itu memperoleh rezeki yang tertentu, Mereka itu memperoleh rezeki yang tertentu, yaitu buah-buahan. Dan mereka adalah orang-orang yang dimuliakan. di dalam surga-surga yang penuh nikmat, di atas takhta-takhta kebesaran berhadap-hadapan. Diedarkan kepada mereka gelas yang berisi khamar dari sungai yang mengalir. (Warnanya) putih bersih, sedap rasanya bagi orang-orang yang minum. Tidak ada dalam khamar itu alkohol dan mereka tiada mabuk karenanya. Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya dan jelita matanya, seakan-akan mereka adalah telur (burung unta) yang tersimpan dengan baik” [QS. Ash-Shaaffat : 40-49].
حُورٌ مَقْصُورَاتٌ فِي الْخِيَامِ * فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ * لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلا جَانٌّ
“(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam rumah. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?. Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin” [QS. Ar-Rahmaan : 72-74].
كَذَلِكَ وَزَوَّجْنَاهُمْ بِحُورٍ عِينٍ
“Demikianlah. Dan Kami nikahkan mereka dengan bidadari” [QS. Ad-Dukhaan ; 54].
Kenikmatan surga adalah spesifik. Satu kenikmatan yang tidak pernah ada di duniadan tak pernah terlintas di benak. Ketika Allah ta’ala memberikan ahli surga karunia berupa istri-istri yang cantik jelita; maka Allah pun memberikan karunia berupa kemampuan seksual bagi mereka dalam berjima’ yang tidak pernah dicapai oleh seorang pun penduduk dunia. Anda ingin mengetahuinya ?. Simak beberapa riwayat berikut ini :
حَدَّثَنَا عِمْرَانُ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " يُعْطَى الْمُؤْمِنُ فِي الْجَنَّةِ قُوَّةَ كَذَا وَكَذَا مِنَ النِّسَاءِ، قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَيُطِيقُ ذَاكَ، قَالَ: يُعْطَى قُوَّةَ مِائَةٍ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Imraan, dari Qataadah, dari Anas : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Seorang mukmin akan diberikan kemampuan di surga begini dan begitu untuk berjimak dengan wanita. Dikatakan : “Wahai Rasulullah, ia mampu berbuat hal tersebut ?”. Beliau bersabda : “Ia diberikan kekuatan (berjimak) setara dengan 100 orang (laki-laki)” [Diriwayatkan oleh Ath-Thayaalisiy no. 2124 dan darinya At-Tirmidziy no. 2536, ia berkata : “Hadits shahih ghariib”. Dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan At-Tirmidziy 3/10].
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ ثُمَامَةَ بْنِ عُقْبَةَ الْمُحَلِّمِيِّ، قَالَ: سَمِعْتُ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ يَقُولُ: قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ الرَّجُلَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ يُعْطَى قُوَّةَ مِئَةِ رَجُلٍ فِي الْأَكْلِ، وَالشُّرْبِ، وَالشَّهْوَةِ، وَالْجِمَاعِ، فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ اليهود: فَإِنَّ الَّذِي يَأْكُلُ وَيَشْرَبُ تَكُونُ لَهُ الْحَاجَةُ، قَالَ: فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: حَاجَةُ أَحَدِهِمْ عَرَقٌ يَفِيضُ مِنْ جِلْدِهِ، فَإِذَا بَطْنُهُ قَدْ ضَمُرَ "
Telah menceritakan kepada kami Wakii’ : Telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Tsumaamah bin ‘Uqbah Al-Muhallimiy, ia berkata : Aku mendengar Zaid bin Arqam berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepadaku : “Sesungguhnya laki-laki penduduk surga diberikan kekuatan 100 orang laki-laki dalam hal makan, minum, syahwat, dan jima’”. Seorang laki-laki Yahudi berkata : “Sesungguhnya orang yang makan dan minum tentu akan buang hajat”. Zaid berkata : Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya : “Hajat seseorang di antara mereka (penduduk surga) adalah keringat yang keluar dari kulitnya[2]. Apabila telah keluar, perutnya akan kembali mengecil” [Diriwayatkan oleh Ahmad 4/371; dishahihkan oleh Al-Arna’uth dkk. dalam takhriij Musnad Al-Imaam Ahmad 32/65 no. 19314].
حَدَّثَنا أَحْمَدُ، قَالَ: نا أَبُو هَمَّامٍ الْوَلِيدُ بْنُ شُجَاعٍ، قَالَ: نا حُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ الْجُعْفِيُّ، عَنْ زَائِدَةَ، عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قُلْنا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، نُفْضِي إِلَى نِسَائِنا فِي الْجَنَّةِ؟ فَقَالَ: إِي وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، " إِنَّ الرَّجُلَ لَيُفْضِي فِي الْغَدَاةِ الْوَاحِدَةِ إِلَى مِائَةِ عَذْرَاءَ "
Telah menceritakan kepada kami Ahmad, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Hammaam Al-Waliid bin Syujaa’, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Husain bin ‘Aliy Al-Ju’fiy, dari Zaaidah, dari Hisyaam bin Hassaan, dari Muhammad bin Siiriin, dari Abu Hurairah, ia berkata : Kami berkata : “Wahai Rasulullah, apakah kami akan menggauli istri-istri kami di surga ?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya seorang laki-laki (kelak di surga) akan (mampu) menjimai 100 wanita perawan dalam satu waktu pagi” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 718; sanadnya shahih[3]].
Allah ta’ala berfirman :
إِنَّ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ الْيَوْمَ فِي شُغُلٍ فَاكِهُونَ
“Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka)’ [QS. Yaasiin : 55].
Berikut tafsir beberapa orang ulama tentang ayat dimaksud :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ مَالِكٍ، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، ثنا أَبُو الرَّبِيعِ الزَّهْرَانِيُّ، وَمُحَمَّدُ بْنُ حُمَيْدٍ، قَالا: ثنا يَعْقُوبُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، ثنا حَفْصُ بْنُ حُمَيْدٍ، عَنْ شِمْرِ بْنِ عَطِيَّةَ، ح، وَحَدَّثَنَا أَبُو الْهَيْثَمِ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْغَوْثِيُّ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْحَضْرَمِيُّ، ثنا إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْحَاقَ الصِّينِيُّ، ثنا يَعْقُوبُ، عَنْ حَفْصِ بْنِ حُمَيْدٍ، عَنْ شِمْرِ بْنِ عَطِيَّةَ، عَنْ شَقِيقِ بْنِ سَلَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: إِنَّ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ الْيَوْمَ فِي شُغُلٍ فَاكِهُونَ، قَالَ: " شُغُلُهُمُ افْتِضَاضُ الْعَذَارَى
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ حُبَيْشٍ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى الْحُلْوَانِيُّ، ثنا أَبُو الرَّبِيعِ الزَّهْرَانِيُّ، ثنا يَعْقُوبُ الْقُمِّيُّ مِثْلَهُ سَوَاءً
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Maalik : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal : Telah menceritakan kepada kami Abur-Rabii’ Az-Zahraaniy dan Muhammad bin Humaid, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Ya’quub bin ‘Abdillah : Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Humaid, dari Syimr bin ‘Athiyyah (ح). Dan telah menceritakan kepada kami Abul-Haitsam Ahmad bin Muhammad Al-Ghautsiy : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah Al-Hadlramiy : Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Ishaaq Ash-Shiniy : Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Humaid, dari Syimr bin ‘Athiyyah, dari Syaqiiq bin Salamah, dari ‘Abdullah bin mas’uud tentang firman-Nya ta’ala : ‘‘Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka)’ (QS. Yaasiin : 55), ia berkata : “Kesibukan mereka dalam berjima’ dengan perawan/gadis” [Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Shifaatul-Jannah2/208-209 no. 375; sanadnya qawiy (kuat) sebagaimana dikatakan oleh Dr. ‘Aliy Ridlaa dalam takhriij-nya atas kitab tersebut].
أَخْبَرَنَا أَبُو نَصْرِ بْنُ قَتَادَةَ، أَنْبَأَ أَبُو مَنْصُورٍ النَّضْرَوِيُّ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ نَجْدَةَ، ثنا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ، ثنا سُفْيَانُ، عَنْ عَمْرٍو، عَنْ عِكْرِمَةَ، فِي قَوْلِهِ: "إِنَّ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ الْيَوْمَ فِي شُغُلٍ فَاكِهُونَ، قَالَ: فِي افْتِضَاضِ الأَبْكَارِ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Nashr bin Qataadah : Telah memberitakan Abu Manshuur An-Nadlrawiy : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Najdah : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari ‘Amru, dari ‘Ikrimah tentang firman-Nya : ‘Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka)’ (QS. Yaasiin : 55), ia berkata : “(Kesibukan) dalam berjima’[4]” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Ba’ts wan-Nusyuur hal. 221 no. 362; sanadnya hasan].
أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، وَأَبُو سَعِيدِ بْنُ أَبِي عَمْرٍو، قَالا: ثنا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، أَنْبَأَ الْعَبَّاسُ بْنُ الْوَلِيدِ، أَخْبَرَنِي ابْنُ شُعَيْبٍ، أَخْبَرَنِي الأَوْزَاعِيُّ، عَنْ قَوْلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ: "إِنَّ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ الْيَوْمَ فِي شُغُلٍ فَاكِهُونَ، قَالَ: شَغَلَهُمُ افْتِضَاضُ الأَبْكَارِ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah Al-Haafidh dan Abu Sa’iid bin Abi ‘Amru, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Abul-‘Abbaas Muhammad bin Ya’quub : telah memberitakan Al-‘Abbaas bin Al-Waliid : Telah mengkhabarkan (Muhammad) bin Syu’aib : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Auzaa’iy tentang firman Allah ‘azza wa jalla : ‘Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka)’ (QS. Yaasiin : 55), ia berkata : “Kesibukan mereka dalam berjima’” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Ba’ts wan-Nusyuur hal. 221 no. 361; sanadnya hasan].
Itulah sebagian kenikmatan surga yang dijanjikan Allah ta’ala di surga bagi siapa saja yang memasukinya, dan janji Allah ta’ala tidak akan diperoleh dengan cara bermaksiat kepada-Nya.
Allah ta’ala berfirman :
وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” [QS. An-Nahl : 96].
Yaitu, sabar dalam melakukan ketaatan dan sabar dalam tidak bermaksiat kepada-Nya, karena surga dilingkupi dengan berbagai kesusahan (dalam menggapainya) sebagaimana sabda rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
حُجِبَتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ، وَحُجِبَتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ "
“Neraka dilingkupi dengan berbagai kesenangan, sedangkan surga dilingkupi berbagai kesusahan” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6487, Muslim no. 2822, dan yang lainnya].
Allah ta’ala berfirman :
وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي صَدَقَنَا وَعْدَهُ وَأَوْرَثَنَا الأرْضَ نَتَبَوَّأُ مِنَ الْجَنَّةِ حَيْثُ نَشَاءُ فَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ
“Dan mereka mengucapkan: "Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami dan telah (memberi) kepada kami tempat ini sedang kami (diperkenankan) menempati tempat dalam surga di mana saja yang kami kehendaki." Maka surga itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal” [QS. Az-Zumar : 74].
Semoga Allah ta’ala memudahkan jalan kita menggapai surga-Nya......
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 28121434/02112013 – 23:15].
[1] Seorang wanita mukminah akan menjadi istri dari suaminya yang terakhir kelak di surga, apabila Allah ta’ala mentaqdirkan keduanya masuk surga.
قَالَ أَبُو يَعْلَى حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْقُرَشِيُّ، ثنا أَبُو الْمَلِيحِ، عَنْ مَيْمُونِ بْنِ مِهْرَانَ، قَالَ: " خَطَبَ مُعَاوِيَةُ أُمَّ الدَّرْدَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُما، فَأَبَتْ أَنْ تَتَزَوَّجَهُ، قَالَتْ: سَمِعْتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْمَرْأَةُ لآخِرِ أَزْوَاجِهَا "،
Abu Ya’laa berkata : Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin ‘Abdillah Al-Qurasyiy : Telah menceritakan kepada kami Abul-Maliih, dari Maimuun bin Mihraan, ia berkata : “Mu’aawiyyah pernah melamar Ummud-Dardaa’ radliyallaahu ‘anhumaa, namun ia (Ummud-Dardaa’) enggan untuk dinikahi. Ummud-Dardaa’ berkata : Aku mendengar Abud-Dardaa’ radliyallaahu ‘anhu berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Seorang wanita diperuntukkan bagi suaminya yang terakhir” [Dibawakan oleh Ibnu Hajar dalam Al-Mathaalibul-‘Aaliyyah no. 1718; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Silsilah Ash-Shahiihah 3/275-277 no. 1281].
[2] Dalam lafadh yang lain disebutkan bahwa keringat penduduk yang keluar dari kulit mereka sewangi misk (minyak wangi) [Diriwayatkan oleh Ahmad 4/367 (32/18-19) no. 19269].
[3] Ad-Daaraquthniy men-ta’lil riwayat ini dengan perkataannya :
يَرْوِيهِ هِشَامُ بْنُ حَسَّانٍ، وَاخْتَلَفَ عَنْهُ، فَرَوَاهُ حُسَيْنٌ، عَنْ زَائِدَةَ عَنْ هِشَامٍ، عَنِ ابْنِ سِيرِينَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ. وَخَالَفَهُ ابْنُ أُسَامَةَ، فَرَوَاهُ، عَنْ هِشَامٍ، عَنِ ابْنِ سِيرِينَ أَنَّهُ قَالَ ذَلِكَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ. وَهُوَ أَشْبَهُ بِالصَّوَابِ
“Diriwayatkan oleh Hisyaam bin Hassaan. Ada perselisihan dalam periwayatan darinya. Diriwayatkan oleh Husain, dari Zaaidah, dari Hisyaam, dari Ibnu Siiriin, dari Abu Hurairah. Abu Usaamah menyelisihinya dimana ia meriwayatkan dari Hisyaam, dari Ibnu Siiriin, bahwasannya ia berkata tentang hadits itu dari Ibnu ‘Abbaas. Dan itulah yang nempak lebih benar” [Al-‘Ilal, 10/30 no. 1832].
Hal yang sama dikatakan Abu Haatim dan Abu Zur’ah sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi Haatim :
وَسألت أبي، وأبا زرعة، عَنْ حديث رَوَاهُ حُسَيْنٌ الْجَعْفِيُّ، عَنْ زَائِدَةَ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ نُفْضِي إِلَى نِسَائِنَا فِي الْجَنَّةِ؟ فَقَالا: هَذَا خَطَأٌ، إِنَّمَا هُوَ هِشَامُ بْنُ حَسَّانٍ، عَنْ زَيْدٍ الْعَمِّيِّ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ.قُلْتُ لأَبِي: الْوَهْمُ مِمَّنْ هُوَ؟ قَالَ: مِنْ حُسَيْنٍ
Aku pernah bertanya kepada ayahku dan Abu Zur’ah tentang hadits yang diriwayatkan oleh Husain Al-Ju’fiy, dari Zaaidah , dari Hisyaam, dari Muhammad, dari Abu Hurairah, ia berkata : Dikatakan : ‘Wahai Rasulullah, bagaimana kita menjimai istri-istri kita di surga ?’. Mereka berdua berkata : “Hadits ini keliru, karena hadits itu hanyalah diriwayatkan oleh Hisyaam bin Hassaan, dari Zaid Al-‘Ammiy, dari Ibnu ‘Abbaas. Aku bertanya kepada ayahku : “Kekeliruan itu berasal dari siapa ?”. Ia berkata : “Dari Husain” [Al-‘Ilal, 5/487-488 no. 2129].
Saya berkata :
Perkataan Ad-Daaraquthniy di atas keliru, karena periwayatan Hisyaam yang berasal dari Abu Usaamah, bukan dari Ibnu Siiriin, akan tetapi dari Zaid bin Al-Hawaariy, dari Ibnu ‘Abbaas sebagaimana dikatakan oleh Abu Haatim dan Abu Zur’ah. Diriwayatkan oleh Abu Ya’laa no. 2436, Hannaad bin as-sariy dalam Az-Zuhd no. 88, Al-Harbiy dalam Ghariibul-Hadiits 1/266, Ibnu Abid-Dunyaa dalam Shifatul-Jannaah no. , Abu Nu’aim dalam Shifatul-Jannah 2/208 no. 374, dan, dan dibawakan Ibnu Hajar dalam Al-Mathaalibul-‘Aaliyyah no. 4606; semuanya dari jalan Abu Usaamah, dari Hisyaam bin Hassaan, dari Zaid bin Abil-Hauraa’, dari Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhu secara marfuu’.
Ta’lil tersebut perlu dicermati lebih lanjut, karena Ibnu Abid-Dunyaa telah mengkorfirmasikan hal itu dengan perkataannya :
قَالَ أَبُو مُوسَى: فَقُلْتُ لِلْحُسَيْن: إِنَّ أَبَا أُسَامَةَ ثنا، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ الْحَوَارِيِّ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: هَكَذَا ثنا زَائِدَةُ، وَلَمْ يَرْجِعْ
“Abu Muusaa berkata : Aku bertanya kepada Husain : ‘Sesungguhnya Abu Usaamah telah menceritakan kepada kami dari Hisyaam, dari Zaid Al-Hawaariy, dari Ibnu ‘Abbaas’. Ia (Husain) berkata : ‘Begitulah Zaaidah telah menceritakan kepada kami, dan ia tidak rujuk (dari haditsnya itu)” [Shifaatul-Jannah hal. 192 no. 270].
Abu Muusaa, ia adalah : Haaruun bin ‘Abdillah bin Marwaan Al-Baghdaadiy, Abu Muusaa Al-Bazzaaz Al-Haafidh – terkenal dengan nama Al-Hammaam; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-10 dan wafat tahun 243 H. Dipakai oleh Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1014 no. 7284].
Husain, ia adalah Ibnu ‘Aliy bin Al-Waliid Al-Ju’fiy, Abu ‘Abdillah/Muhammad Al-Kuufiy Al-Muqri’; seorang yang tsiqah lagi ‘aabid. Termasuk thabaqah ke-9, dan wafat tahun203 H/204 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 249 no. 1344].
Ia adalah orang yang paling menguasai dan hapal hadits Zaaidah, sebagaimana dikatakan Al-Haakim. Ahmad berkata : “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih utama daripada Husain Al-Ju’fiy dan Sa’iid bin ‘Aamir”. Hal yang sama dikatakan oleh Abu Mas’uud Ar-Raaziy. Muhammad bin ‘Abdirrahmaan Al-Harawiy berkata : “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih mutqin daripada Husain Al-Ju’fiy”. Jadi, ia tidak sekedar orang yang tsiqah saja, akan tetapi juga mutqin, terlebih dalam periwayatannya dari Zaaidah bin Qudaamah.
Zaaidah bin Qudaamah Ats-Tsaqafiy, Abush-Shalt Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah, tsabat, lagi shaahibus-sunnah. Termasuk thabaqah ke-7, dan wafat tahun 160 H atau setelahnya. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 333 no. 1993].
Oleh karena itu, periwayatan Al-Husain bin ‘Aliy, dari Zaaidah, dari Hisyaam adalah mahfuudhlagi shahih.
Hadits Abu Hurairah ini dishahihkan oleh Dr. ‘Aliy Ridlaa dalam takhrij-nya terhadap kitab Shifaatul-Jannah li-Abi Nu’aim 2/208 dan Al-Albaaniy dalam Silsilah Ash-Shahiihah 1/708 (dan beliau menukil penshahihan dari Al-maqdisiy dan Ibnu Katsiir rahimahumullah).
[4] Asal makna iqtidlaa al-abkaaradalah ‘memecah keperawanan’.