Itulah yang menjadi ‘aqiidah umat Islam dari dulu hingga sekarang, dengan dasar Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijmaa’. Belakangan, banyak orang yang menggugatnya. Mereka katakan, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang cerdas yang telah mengenal baca tulis. Berikut di antara yang mereka katakan :
Kata “ummi”, menurut Alquran adalah orang-orang yang tidak, atau belum diberi satupun Kitab oleh Allah. Kaum Yahudi telah diberi tiga buah kitab melalui beberapa orang nabi mereka. Karenanya, mereka di sebut ahli kitab. Sedangkan orang-orang Arab, belum diberi satupun kitab sebelum Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad yang orang Arab. Hal ini dijelaskan-Nya dalam Firman-Nya: “Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi kitab, dan orang-orang “ummi” (yang tidak diberi kitab), sudahkah kamu tunduk patuh?” (Qs Ali Imran: 20).
Maka jelaslah, tidak seluruhnya kata “ummi” itu bermakna buta huruf. Lantas, apakah Rasulullah buta huruf? Alquran membantah pendapat ini secara terang-terangan dan
berkali-kali. Banyak ayat di dalam Alquran yang mengisahkan nabi diperintahkan supaya membaca ayat-ayat-Nya kepada orang-orang yang berada di sekelilingnya. Hal ini menunjukkan nabi pandai membaca.
berkali-kali. Banyak ayat di dalam Alquran yang mengisahkan nabi diperintahkan supaya membaca ayat-ayat-Nya kepada orang-orang yang berada di sekelilingnya. Hal ini menunjukkan nabi pandai membaca.
Banyak sekali omongan semisal, yang jika dirunut kebanyakan sanadnya berujung pada celoteh kaum orientalis dan para pelaku penyimpangan.
Secara bahasa, al-‘ummiy maknanya adalah :
نسبة إلى الأم أو الأمة ومن لا يقرأ ولا يكتب والعيي الجافي
“Merupakan nisbah kepada al-umm atau al-ummah dan orang yang tidak bisa membaca dan menulis. Juga dinisbatkan kepada orang yang susah bicara dan kasar perangainya” [Al-Mu’jamul-Wasiith, 1/58].
والأُمِّيّ الذي لا يَكْتُبُ قال الزجاج الأُمِّيُّ الذي على خِلْقَة الأُمَّةِ لم يَتَعَلَّم الكِتاب فهو على جِبِلَّتِه وفي التنزيل العزيز ومنهم أُمِّيُّون لا يَعلَمون الكتابَ إلاّ أَمَانِيَّ ...... وكانت الكُتَّاب في العرب من أَهل الطائف تَعَلَّموها من رجل من أهل الحِيرة وأَخذها أَهل الحيرة عن أَهل الأَنْبار وفي الحديث إنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لا نَكْتُب ولا نَحْسُب أَراد أَنهم على أَصل ولادة أُمِّهم لم يَتَعَلَّموا الكِتابة والحِساب فهم على جِبِلَّتِهم الأُولى وفي الحديث بُعِثتُ إلى أُمَّةٍ أُمِّيَّة قيل للعرب الأُمِّيُّون لأن الكِتابة كانت فيهم عَزِيزة أَو عَديمة ومنه قوله بَعَثَ في الأُمِّيِّين رسولاً منهم
“Al-ummiy adalah orang yang tidak bisa menulis. Az-Zujaaj berkata : ‘Al-ummiy adalah orang yang berada pada kondisi awal umat (ketika dilahirkan) yang tidak mempelajari kitab dan tetap dalam keadaannya seperti itu (hingga dewasa)’. Dan dalam Al-Qur’an disebutkan : ‘Dan di antara mereka ada orang-orang ummiy (buta huruf), tidak mengetahui Al-Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka’(QS. Al-Baqarah : 78).... Dulu, orang-orang yang dapat menulis dari kalangan bangsa ‘Arab dari penduduk Thaaif mempelajari ilmu tersebut dari laki-laki penduduk Hiirah, dimana penduduk Hiirah mengambil ilmu tersebut dari penduduk Anbaar. Dalam hadits disebutkan : ‘Sesungguhnya kami adalah umat yang ummiy, tidak pandai menulis dan tidak pula berhitung’[1]; maksudnya bahwa mereka (bangsa ‘Arab) berada dalam kondisi awal seperti saat dilahirkan oleh ibu mereka yang tidak belajar menulis dan berhitung, dan mereka tetap dalam kondisi mereka yang pertama tersebut (hingga dewasa). Dalam hadits disebutkan : ‘Aku diutus kepada umat yang ummiy’[2]. Orang ‘Arab dikatakan sebagai al-ummiyyuun, karena pengetahuan menulis di sisi mereka merupakan sesuatu yang sangat jarang. Dari hal tersebut adalah firman-Nya : ‘yang mengutus kepada kaum yang ummiy (buta huruf) seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri’ (QS. Al-Jumu’ah : 2)....” [Lisaanul-‘Arab, 12/22].
Begitulah umumnya keadaan orang ‘Arab dahulu. Bahkan ketika Islam datang, orang yang bisa membaca dan menulis hanya berjumlah 17 orang saja, diantaranya : ‘Umar, ‘Utsmaan, ‘Aliy, Abu ‘Ubaidah, dan Yaziid bin Abi Sufyaan.
Oleh karenanya, sifat ummiy yang disandangkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak bisa membaca dan menulis. Banyak sekali dalil yang mendasarinya, antara lain :
1. Allah ta’ala berfirman :
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأمِّيَّالَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالأغْلالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummiyyang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung” [QS. Al-A’raaf : 157].
Qataadah rahimahullah ketika menafasirkan ayat : ‘(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummiy’, berkata :
وَهُوَ نَبِيُّكُمْ كَانَ أُمِّيًّا لا يَكْتُبُ
“Ia adalah nabi kalian (yaitu Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam) yang ummiy, tidak bisa menulis” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabarariy dalam Jaami’ul-Bayaan, 13/157 no. 15205 & 13/163 no. 15223; sanadnya hasan].
Al-Baghawiy rahimahullah berkata :
قوله تعالى: { الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأمِّيَّ } وهو محمد صلى الله عليه وسلم. قال ابن عباس رضي الله عنهما هو نبيكم كان أميا لا يكتب ولا يقرأ ولا يحسب
“Dan firman-Nya : ‘(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummiy’; ia adalah Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa berkata : ‘Ia adalah nabi kalian yang ummiy, tidak bisa menulis, membaca, dan berhitung” [Tafsiir Al-Baghawiy, 3/288].
2. Allah ta’ala berfirman :
وَمَا كُنْتَ تَتْلُو مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتَابٍ وَلا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ إِذًا لارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ
“Dan engkau tidak pernah membaca sebelumnya (Al Qur'an) sesuatu Kitab pun dan engkau tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; apabila (engkau pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari (mu)” [QS. Al-‘Ankabuut : 48].
Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa ketika menafsirkan ayat di atas berkata :
لَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ وَلا يَكْتُبُ
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah membaca dan menulis” [Diriwayatkan oleh Al-Baghawiy dalam As-Sunan Al-Kubraa, 7/42; sanadnya hasan].
Qataadah rahimahullah berkata :
كَانَ نَبِيُّ اللَّهِ لا يَقْرَأُ كِتَابًا قَبْلَهُ، وَلا يَخُطُّهُ بِيَمِينِهِ، قَالَ: كَانَ أُمِّيًّا، وَالأُمِّيُّ: الَّذِي لا يَكْتُبُ
“Nabiyullah tidak pernah membaca kitab sebelumnya, tidak pula menulis dengan tangan kanannya. Ia ada seorang yang ummiy. Dan ummiy itu adalah orang yang tidak bisa menulis” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabariy dalam Jaami’ul-Bayaan, 20/50; sanadnya hasan].
Ath-Thabariy rahimahullah berkata :
يقول تعالى ذكره:(وَما كُنْتَ) يا محمد(تَتْلُوا) يعني: تقرأ (مِنْ قَبْلِهِ) يعني: من قبل هذا الكتاب الذي أنزلته إليك(مِنْ كِتَابٍ وَلا تخُطُّهُ بِيَمِينِكَ) يقول: ولم تكن تكتب بيمينك، ولكنك كنت أمِّيًّا(إذًا لارْتابَ المُبْطِلَونَ) يقول: ولو كنت من قبل أن يُوحَى إليك تقرأ الكتاب، أو تخطه بيمينك،(إذًا لارْتَابَ) يقول: إذن لشكّ -بسبب ذلك في أمرك، وما جئتهم به من عند ربك من هذا الكتاب الذي تتلوه عليهم- المبطلون القائلون إنه سجع وكهانة، وإنه أساطير الأوّلين
“Makna firman Allah ta’ala tersebut adalah: ‘Dan engkau, wahai Muhammad, tidak pernah membaca kitab sebelum kitab ini yang turun kepadamu. Dan engkau tidak pernah menulis dengan tangan kananmu, karena engkau seorang yang ummiy. ‘Apabila (engkau pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari (mu)’ – maksudnya : seandainya engkau sebelum diwahyukan pernah membaca kitab atau menulisnya dengan tangan kananmu. ‘Niscaya benar-benar ragulah orang yang mengingkarimu’ – maksudnya : maka mereka sungguh akan ragu-ragu dengan sebab itu dalam urusanmu. Dan tidaklah engkau mendatangi mereka dengan kitab ini yang berasal dari sisi Rabbmu yang engkau bacakan kepada mereka, mereka akan mengingkari dengan mengatakan bahwa itu hanyalah sajak, dukun, dan dongeng orang-orang terdahulu” [Tafsiir Ath-Thabariy, 20/50].
Ibnu Katsiir rahimahullah berkata :
ثم قال تعالى: { وَمَا كُنْتَ تَتْلُو مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتَابٍ وَلا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ } ، أي: قد لبثت في قومك -يا محمد -ومن قبل أن تأتي بهذا القرآن عُمرا لا تقرأ كتابا ولا تحسن الكتابة، بل كل أحد من قومك وغيرهم يعرف أنك رجل أمي لا تقرأ ولا تكتب. وهكذا صفته في الكتب المتقدمة، كما قال تعالى: { الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ } الآية [الأعراف: 157].
“Kemudian Allah ta’ala berfirman : ‘Dan engkau tidak pernah membaca sebelumnya (Al Qur'an) sesuatu Kitab pun dan engkau tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu ; yaitu : sungguh engkau telah tinggal di kaummu – wahai Muhammad – sebelum diberikan Al-Qur’an ini kepadamu beberapa masa, engkau belum pernah membaca kitab dan engkau tidak pandai menulis. Bahkan, setiap seorang dari kaummu atau selain kaummu mengetahui bahwa engkau adalah seorang laki-laki yang ummiy, tidak bisa membaca dan menulis. Demikianlah sifatnya yang ada dalam kitab terdahulu, sebagaimana firman Allah ta’ala : ‘“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummiyyang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar’ (QS. Al-A’raaf : 157)” [Tafsiir Ibni Katsiir, 6/285].
3. ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa, ia berkata :
أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الْوَحْيِ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ فِي النَّوْمِ، فَكَانَ لَا يَرَى رُؤْيَا إِلَّا جَاءَتْ مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ، ثُمَّ حُبِّبَ إِلَيْهِ الْخَلَاءُ وَكَانَ يَخْلُو بِغَارِ حِرَاءٍ، فَيَتَحَنَّثُ فِيهِ وَهُوَ التَّعَبُّدُ اللَّيَالِيَ ذَوَاتِ الْعَدَدِ قَبْلَ أَنْ يَنْزِعَ إِلَى أَهْلِهِ وَيَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ، ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى خَدِيجَةَ فَيَتَزَوَّدُ لِمِثْلِهَا حَتَّى جَاءَهُ الْحَقُّ وَهُوَ فِي غَارِ حِرَاءٍ، فَجَاءَهُ الْمَلَكُ، فَقَالَ: اقْرَأْ، قَالَ: مَا أَنَا بِقَارِئٍ، قَالَ: فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ، ثُمَّ أَرْسَلَنِي، فَقَالَ: اقْرَأْ، قُلْتُ: مَا أَنَا بِقَارِئٍ، فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّانِيَةَ حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ، ثُمَّ أَرْسَلَنِي، فَقَالَ: اقْرَأْ، فَقُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ، فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّالِثَةَ، ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ:ف " اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ { 1 } خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ { 2 } اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمُ { 3 } "........
“Wahyu yang pertama-tama datang kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah berupa mimpi baik ketika tidur. Ketika itu, tidaklah beliau bermimpi kecuali tampak seperti terangnya pagi. Kemudian beliau mulai senang untuk menyendiri. Pada waktu itu beliau suka menyendiri di gua Hiraa’ dan melakukan tahannuts di sana -yaitu beribadah- selama beberapa malam sebelum akhirnya beliau pulang kepada keluarganya. Beliau pun telah menyiapkan bekal untuk itu. Kemudian beliau pulang menemui Khadiijah dan membawa bekal untuk kembali ke sana. Sampai suatu ketika datanglah kebenaran itu pada saat beliau berada di dalam gua Hiraa’. Malaikat datang kepadanya dan berkata : ‘Bacalah!’. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab : ‘Aku tidak bisa membaca’. Beliau menceritakan : Maka dia (malaikat) pun merengkuh badanku dan meliputi diriku hingga aku merasa tertekan. Lalu dia pun melepaskanku seraya berkata : ‘Bacalah’. Aku menjawab : ‘Aku tidak bisa membaca’. Lalu dia kembali merengkuh badanku dan meliputi diriku untuk kedua kalinya hingga aku merasa tertekan. Lalu dia pun melepaskanku seraya berkata : ‘Bacalah!’. Aku menjawab : ‘Aku tidak bisa membaca’. Lalu dia kembali merengkuh badanku dan meliputi diriku untuk ketiga kalinya lalu dia melepaskanku. Dia pun berkata : ‘Bacalah, dengan nama Rabbmu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmu yang paling mulia……” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 4].
4. Dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, bahwasannya beliau pernah bersabda :
إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ، لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ الشَّهْرُ هَكَذَا، وَهَكَذَا يَعْنِي مَرَّةً تِسْعَةً وَعِشْرِينَ، وَمَرَّةً ثَلَاثِينَ
“Sesungguhnya kami adalah umat yang ummiy, tidak pandai menulis dan tidak pula berhitung. Satu bulan itu begini dan begini, yaitu kadang 29 hari, kadang 30 hari” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1913].
Dari keterangan di atas sangat jelas bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang yang ummiy, tidak bisa membaca dan menulis, sebagaimana umumnya keadaan masyarakat ‘Arab ketika itu. Ini bukanlah aib bagi beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam – meski jika sifat itu ada pada orang lain akan menjadi aib - . Bahkan, menunjukkan kesempurnaan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau mampu membawa risalah meski tidak bisa membaca dan menulis, serta sebagai bukti bahwa apa yang disampaikan kepada beliau benar-benar wahyu Allah yang tidak beliau karang atau contek dari kitab Yahudi dan Nashrani.
Wallaahu a’lam.
Semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor - 01091434/10072013].
[1] Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1913, Muslim no. 1080, Abu Daawud no. 2319, dan yang lainnya dari ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
[2] Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2944, Ath-Thayaalisiy no. 543, Ibnu Abi Syaibah 10/518, Ahmad 5/132, Ibnu Hibbaan no. 739, dan yang lainnya. At-Tirmidziy rahimahullah berkata : “Hadits hasan shahih”.