Muhammad Al Fatih dan Obsesi Tujuh Abad


Obsesi tujuh abad itu bergemuruh di dada seorang Sultan muda, baru 23 tahun usianya. Tak sebagaimana lazimnya, obsesi itu bukan mengeruhkan , melainkan semakin membeningkan hati dan jiwanya. Ia tahu, hanya seorang yang paling bertakwa yang layak mendapatkannya. Ia tahu,hanya sebaik-baik pasukan yang layak mendampinginya.
Maka di sepertiga malam terakhir menjelang penyerbuan bersejarah itu ia beridir di atas mibar, dan meminta semua pasukannya berdiri.
“Saudara-saudaraku di jalan Allah”,ujarnya.

“Amanah yang dipikulkan ke pundak kita menuntut hanya yang terbaik yg layak mendapatkannya . Tujuh ratus tahun lamanya nubuat Rasulullah telah menggerakkan para mujahid tangguh, ttapi Allah belum mengizinkan mereka memenuhinya. Aku katakan pad akalian sekarang,yang pernah meninggalkan shalat fardhu sejak balighnya,silakan duduk!”
Begitu sunyi. Tak seorang pun bergerak.
“Yang pernah meninggalkan puasa Ramdhan silakan duduk!”
Andai sebutir keringat jatuh ketika itu, pasti terdengar. Hening sekali, tak satupun bergerak.
“Yang pernah mengkhatamkan AlQur’an melebihi sebulan , silakan duduk!”
Kali ini, beberapa gelintir orang perlahan menekuk kakinya. Berlutut berlinang air mata.
“Yang pernah kehilangan hafalan AlQUr’an-nya,silakan duduk!”
Kali ini lebih banyak yang menangis sedih, khawatir tak terikat menjadi ujung tombak pasukan. Mereka pun duduk.
“Yang pernah meninggalkan shalat, malam sejak balighnya, silakan duduk!”
Tinggal sedikit yang masih berdiri, dengan wajah yang sangat tegang, dada berdegup kencang, dan tubuh menggeletar.
“Yang pernah meninggalkan puasa Ayyaamul Bidh,silakan duduk!”
Kali ini semua terduduk lemas. Hanya satu orang yang masih berdiri. Dia,sang sultan sendiri. Namanya Muhammad Al Fatih. Dan obsesi tujuh abad itu adalah Konstantinopel.
Sumber Bacaan : Buku Jalan Cinta Para Pejuang karya Salim A fillah

wdcfawqafwef