Minum Air Kencing Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam

Tanya : Saya pernah membaca satu riwayat yang mengatakan bahwa salah seorang shahabat pernah minum air kencing Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertabarruk dengannya. Benarkah itu ?
Jawab :Mungkin riwayat yang Anda maksudkan adalah sebagai berikut :
Hadits Umaimah radliyallaahu ‘anhaa
عَنْ أُمَيْمَةَ، قَالَتْ: كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدَحٌ مِنْ عِيدَانٍ يَبُولُ فِيهِ، وَيَضَعُهُ تَحْتَ سَرِيرِهِ، فَقَامَ فَطَلَبَ، فَلَمْ يَجِدُهُ فَسَأَلَ، فَقَالَ: " أَيْنَ الْقَدَحُ؟ "، قَالُوا: شَرِبَتْهُ بَرَّةُ خَادِمُ أُمِّ سَلَمَةَ الَّتِي قَدِمَتْ مَعَهَا مِنْ أَرْضِ الْحَبَشَةِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَقَدِ احْتَظَرَتْ مِنَ النَّارِ بِحِظَارٍ "
Dari Umaimah : Dulu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mempunyai wadah dari pelepah kurma yang beliau gunakan untuk kencing padanya, dan beliau letakkan di bawah tempat tidurnya. (Satu saat), beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam meminta wadah tersebut, namun tidak beliau temui. Maka beliau bertanya : “Dimanakah wadah itu ?”. Mereka berkata : “Telah diminum oleh Barrah, pembantu Ummu Salamah yang datang bersamanya dari negeri Habasyah. Lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sungguh ia telah terlindung dari api neraka”.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim[1]dalam Al-Aahaad wal-Matsaaniy no. 3342, Ath-Thabaraaniy[2]dalam Al-Kabiir 24/189 no. 477 & 24/205-206 no. 527 (lafadh hadits di atas adalah miliknya), Al-Baihaqiy[3]dalam Al-Kubraa 7/67 (7/106) no. 13406, Abu Nu’aim[4]dalam Ma’rifatush-Shahaabah hal. 3263 no. 7517, Ibnul-Muqri’[5]dalam Mu’jam-nya no. 138, Al-Hasan bin Syaadzaan[6]dalam Juuz-nya no. 29, Ibnu ‘Abdil-Barr[7]dalam Al-Isti’aab 4/356-357, dan Ibnu ‘Asaakir[8]dalam At-Taariikh 50/69 & 51/69; dari beberapa jalan (‘Aliy bin Maimuun, Ahmad bin Ziyaad Al-Hadzdzaa’, Yahyaa bin Ma’iin, Ayyuub Al-Wazzaan, dan Hilaal bin Al-‘Alaa’), semuanya dari Ibnu Juraij, dari Hukaimah bintu Umaimah, dari ibunya (Umaimah).
Pada sebagian riwayat, Ibnu Juraij telah menjelaskan penyimakan riwayatnya dari Hukaimah sehingga hilanglah keraguan akan tadlis-nya.
Diriwayatkan oleh Abu Daawud[9]no. 24, An-Nasaa’iy dalam Al-Mujtabaa[10]no. 32 & dalam Al-Kubraa[11]no. 31, Ibnu Hibbaan[12]no. 1426, Al-Haakim[13]1/167, Al-Baihaqiy[14]dalam Al-Kubraa 1/99, dan Al-Baghawiy[15]dalam Syarhus-Sunnah no. 194; dari beberapa jalan (Muhammad bin ‘Iisaa, Ayyuub Al-Wazzaan, Yahyaa bin Ma’iin, dan Muhammad bin Al-Faraj), semuanya dari Ibnu Juraij, dari Hukaimah bintu Umaimah, dari ibunya dengan lafadh ringkas tanpa menyebut diminumnya air kencing beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدَحٌ مِنْ عِيدَانٍ تَحْتَ سَرِيرِهِ يَبُولُ فِيهِ بِاللَّيْلِ
“Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam memiliki wadah dari pelepah kurma (yang beliau letakkan) di tempat tidurnya, yang beliau gunakan untuk kencing pada waktu malam hari” [lafadh dari Abu Daawud].
Hadits ini dla’iif dikarenakan Hukaimah bin Umaimah, majhuul.
Hukaimah bintu Umaimah; tidak diketahui (majhuul). Termasuk thabaqah ke-3, dan dipakai oleh Abu Daawud dan At-Tirmidziy [Taqriibut-Tahdziibhal. 1350 no. 8663 dan Tahriirut-Taqriib 4/408 no. 8565].
Ia hanya ditsiqahkan oleh Ibnu Hibbaan [Ats-Tsiqaat, 4/195, dengan menyebutkan satu orang perawi yang meriwayatkan darinya, yaitu Ibnu Juraij], dimana sudah diketahui Ibnu Hibbaan sangat longgar dan bermudah-mudah (tasaahul) dalam mentautsiq perawi majhuul (majaahil).[16] Apalagi di sini ia menyendiri dalam pentautsiqan tersebut. Yang menunjukkan rendahnya kredibilitas Hukaimah, ada perbedaan lafadh dalam hadits tersebut. Satu riwayat menunjukkan bahwa pembantu yang meminum kencing Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bernama ‘Barrah’, di riwayat lain disebutkan : ‘Barakah’. Begitu juga dengan penisbatan tuan pembantu tersebut. Satu riwayat disebutkan Ummu Salamah, di riwayat lain disebutkan Ummu Habiibah.
Adapun penghukuman Al-Haakim (1/167) bahwa sanad hadits di atas shahih, maka ini kekeliruannya. Al-Haakim lebih tasaahuldaripada Ibnu Hibbaan dalam perkara pentautsiqan perawi dan penshahihan hadits[17].
Hadits Ummu Aimaan
عَنْ أُمِّ أَيْمَنَ، قَالَتْ: قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ اللَّيْلِ إِلَى فَخَّارَةٍ فِي جَانِبِ الْبَيْتِ، فَبَالَ فِيهَا فَقُمْتُ مِنَ اللَّيْلِ، وَأَنَا عَطْشَانَةُ فَشَرِبْتُ مَا فِيهَا، وَأَنَا لا أَشْعُرُ، فَلَمَّا أَصْبَحَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " يَا أُمَّ أَيْمَنَ، قَوْمِي فَأَهْرِيقِي مَا فِي تِلْكَ الْفَخَّارَةِ ". قُلْتُ: قَدْ وَاللَّهِ شَرِبْتُ مَا فِيهَا. قَالَتْ: فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ، ثُمَّ قَالَ: " أَمَا إِنَّكِ لا تَتَّجِعِينَ بَطْنَكِ أَبَدًا "
Dari Ummu Aiman, ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bangkit pada suatu malam menuju wadah tembikar yang ada di samping rumah, lalu beliau kencing padanya. Lalu aku pun bangun pada satu malam dalam keadaan haus dan aku minum apa yang ada di dalam wadah tersebut tanpa aku sadari (bahwa itu air kencing). Ketika tiba waktu Shubuh, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Wahai Ummu Aiman, berdiri dan tumpahkanlah isi wadah itu”. Aku berkata : “Demi Allah, aku telah meminum isinya”. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tertawa hingga nampak gigi geraham beliau, lalu bersabda : “Sesungguhnya engkau tidak akan pernah sakit perut selamanya”.
Hadits Ummu Aiman diriwayatkan dari dua jalan :
a.     Nubaih Al-‘Anaziy.
Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy[18] dalam Al-Kabiir25/89-90 no. 230, Al-Haakim[19] dalam Al-Mustadrak 4/58, dan Abu Nu’aim dalam Hilyatul-Auliyaa’[20] 2/67 dan dalam Dalaailun-Nubuwwah[21] no. 365; dari beberapa jalan (‘Utsmaan bin Abi Syaibah, ‘Abdullah bin Rauh, dan Ishaaq bin Buhluul), dari Syabaabah bin Sawwaar, dari Abu Malik An-Nakha’iy, dari Al-Aswad bin Qais, dari Nubaih Al-‘Anaziy, dari Ummu Aiman.
Sanad riwayat ini sangat lemah dikarenakan Abu Maalik An-Nakha’iy.
Abu Maalik An-Nakha’iy Al-Waasithiy, namanya ‘Abdul-Malik bin Al-Husain, atau dikatakan : ‘Ubaadah bin Al-Husain atau bin Abil-Husain; seorang yang matruuk. Termasuk thabaqah ke-7. Dipakai oleh Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1199-1200 no. 8403].
b.     Al-Waliid bin ‘Abdirrahmaan.
Diriwayatkan oleh Abu Ya’laa sebagaimana disebutkan Ibnu Hajar[22] dalam Al-Mathaalibul-‘Aliyyahno. 3849 : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abi Bakr : Telah menceritakan kepada kami Salm bin Qutaibah, dari Al-Hasan bin Harb, dari Ya’laa bin ‘Athaa’, dari Al-Waliid bin ‘Abdirrahmaan, dari Ummu Aiman.
Disebutkan juga oleh Ibnu Katsiir[23] dalam Al-Bidaayah wan-Nihaayah 5/347, namun dengan menyebutkan Al-Husain bin Harb sebagai pengganti Al-Hasan bin Harb.
Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asaakir[24] dalam At-Taariikh 4/303 dari jalan Abu Ya’laa dan juga disebutkan oleh Al-Bushairiy[25] dalam Ittihaaful-Khairah9/119 no. 8681, namun dengan menyebutkan Al-Husain bin Huraits sebagai pengganti Al-Hasan bin Harb.
Ad-Daaruquthniy menyebutkan ta’lil atas jalan periwayatan ini :
وَسُئِلَ عَنْ حَدِيثِ أُمِّ أيمن، قَالَتْ: قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ مِنَ اللَّيْلِ إِلَى فَخَّارَةٍ فِي الْبَيْتِ فَبَالَ فِيهَا، ....... ". فَقَالَ: يَرْوِيهِ أَبُو مَالِكٍ النَّخَعِيُّ، وَاسْمُهُ عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ حُسَيْنٍ، وَاخْتُلِفَ عَنْهُ فَرَوَاهُ شِهَابٌ، عَنْ أَبِي مَالِكٍ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ نُبَيْحٍ الْعَنْزِيِّ، عَنْ أُمِّ أيمن. وَخَالَفَهُ سَلْمُ بْنُ قُتَيْبَةَ، وَقُرَّةُ بْنُ سُلَيْمَانَ، فَرَوَيَاهُ عَنْ أَبِي مَالِكٍ، عَنْ يَعْلَى بْنِ عَطَاءٍ، عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أُمِّ أيمن. وَأَبُو مَالِكٍ ضَعِيفٌ، وَالاضْطِرَابُ فِيهِ مِنْ جِهَتِهِ
Ad-Daaruquthniy pernah ditanya tentang hadits Ummu Aiman, ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bangkit pada suatu malam menuju wadah tembikar yang ada di dalam rumah, lalu beliau kencing padanya. ……….dst. Ia (Ad-Daaruquthnniy) berkata : “Diriwayatkan oleh Abu Maalik An-Nakha’iy – namanya ‘Abdul-Malik bin Husain - . Terdapat perselisihan riwayat darinya. Diriwayatkan oleh Syihaab, dari Abu Maalik, dari Al-Aswad bin Qais, dari Nubaih Al-‘Anaziy, dari Ummu Aiman. Salm bin Qutaibah dan Qurrah bin Sulaimaan menyelisihinya. Keduanya telah meriwayatkan dari Abu Maalik, dari Ya’laa bin ‘Athaa’, dari Al-Waliid bin ‘Abdirrahmaan, dari Ummu Aiman. Abu Maalik dla’iif, dan idlthiraab dalam riwayat tersebut berasal dari sisinya” [Al-‘Ilal, 15/415].
Ibnu Hajar dalam Al-Ishaabah 8/171-172 membawakan sanad sebagai berikut :
وأخرج ابن السكن من طريق عبد الملك بن حصين عن نافع بن عطاء عن الوليد بن عبد الرحمن عن أم أيمن قالت ......
Dan diriwayatkan oleh Ibnus-Sakan dari jalan ‘Abdul-Malik bin Hushain, dari Naafi’ bin ‘Athaa’, dari Al-Waliid bin ‘Abdirrahmaan, dari Ummu Aiman, ia berkata : “…(al-hadits)….”.
Riwayat Ibnus-Sakan yang dibawakan oleh Ibnu Hajar ini perlu diperhatikan, karena ada beberapa kekeliruan. ‘Abdul-Malik bin Hushain (عبد الملك بن حصين) di situ yang benar adalah ‘Abdul-Malik bin Husain (عبد الملك بن حسين) yang merupakan nama dari Abu Maalik An-Nakha’iy. Naafi’ bin ‘Athaa’ (نافع بن عطاء) di situ yang benar adalah Ya’laa bin ‘Athaa’ (يعلى بن عطاء). Oleh karena itu, ini sesuai dengan ta’liil Ad-Daaruquthniy sebelumnya.
Nampak di sini bahwa hadits Ummu Aiman masyhur merupakan hadits ‘Abdul-Malik bin Al-Husain Abu Maalik An-Nakha’iy. Kata ‘Abdul-Maalik kemungkinan terhapus dalam penulisan sehingga menjadi Al-Husain bin Huraits atau Al-Husain bin Harb – (yang seharusnya : ‘Abdul-Malik bin Al-Husain/Harb). Maka, jalur Al-Waliid ini berasal dari sumber yang sama dengan jalur Nubaih Al-‘Anaziy, yaitu Abu Maalik An-Nakha’iy. Wallaahu a’lam.
Seandainya ta’lil ini diabaikan, maka jalan riwayat Al-Waliid bin ‘Abdirrahmaan adalah lemah, karena keterputusan (inqitha’) antara Al-Waliid dengan Ummu Aiman. Al-Waliid bin ‘Abdirrahmaan termasuk thabaqah ke-4, sedangkan Ummu Aiman dikatakan meninggal 5 atau 6bulan pasca meninggalnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, atau dikatakan pada masa kekhilafahan ‘Umar atau awal kekhilafahan ‘Utsmaan radliyallaahu ‘anhumaa. Apapun itu, keduanya terpaut jarak yang cukup jauh.
Walhasil, hadits Ummu Aiman pun lemah, tidak bisa dipakai menjadi hujjah.
Hukum Air Kencing Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
Jumhur ulama berpendapat bahwa kencing Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallamadalah najis. Inilah pendapat yang shahih.
Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah mensifati air kencing manusia sebagai najis (sehingga perlu dibersihkan dan dihindari) :
إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ، لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا الْبَوْلِ، وَلَا الْقَذَرِ، إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالصَّلَاةِ، وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ "، أَوْ كَمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: فَأَمَرَ رَجُلًا مِنَ الْقَوْمِ، فَجَاءَ بِدَلْوٍ مِنْ مَاءٍ، فَشَنَّهُ عَلَيْهِ
Sesungguhnya masjid ini tidak selayaknya untuk dikencingi ataupun diberaki. Masjid ini hanyalah untuk berdzikir kepada Allah ‘azza wa jalla, shalat dan membaca Al-Qur’an”. Kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan salah seorang shahabat untuk mengambil seember air dan menyiramkannya [Diriwayatkan oleh Muslim no. 285].
يُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ، ثُمَّ قَالَ: بَلَى، كَانَ أَحَدُهُمَا لَا يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ، وَكَانَ الْآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ
Keduanya disiksa, padahal tidak karena masalah yang besar (dalam anggapan keduanya)”. Lalu beliau bersabda : “Padahal sesungguhnya ia adalah persoalan besar. Salah seorang di antara keduanya tidak melindungi diri dari percikan kencingnya, dan yang lain suka mengadu domba (namiimah)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 216].
Ini adalah hukum umum yang berlaku pula pada diri beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Allah ta’ala berfirman :
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ
Katakanlah (wahai Muhammad) : ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu….” [QS. Al-Kahfi : 110].
Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ، أَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ
Aku hanyalah manusia seperti kalian. Aku dapat lupa sebagaimana kalian lupa” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 572].
Tentu saja, dikecualikan pada hal-hal tertentu yang beliau memiliki kekhususan yang tidak dimiliki manusia lainnya. Kekhususan ini mesti didasarkan nash, seperti misal : anggota tubuh beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam suci dan mengandung barakah, serta disyari’atkan bertabarruk dengannya.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: " كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى الْغَدَاةَ، جَاءَ خَدَمُ الْمَدِينَةِ بِآنِيَتِهِمْ فِيهَا الْمَاءُ، فَمَا يُؤْتَى بِإِنَاءٍ إِلَّا غَمَسَ يَدَهُ فِيهَا، فَرُبَّمَا جَاءُوهُ فِي الْغَدَاةِ الْبَارِدَةِ، فَيَغْمِسُ يَدَهُ فِيهَا "
Dari Anas bin Maali, ia berkata : “Apabila Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat Shubuh, para pelayan Madiinah datang sambil membawa bejana-bejana mereka yang berisi air. Tidak ada satu pun dari bejana-bejana tersebut, kecuali beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mencelupkan tangannya ke dalam bejana tersebut. Bahkan kadang-kadang mereka mendatangi beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam di waktu Shubuh yang dingin, namun beliau tetap mencelupkan tangannya ke dalam bejana tersebut” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2324].
عَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ، قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ بِالْهَاجِرَةِ، فَأُتِيَ بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ، فَجَعَلَ النَّاسُ يَأْخُذُونَ مِنْ فَضْلِ وَضُوئِهِ فَيَتَمَسَّحُونَ بِهِ، فَصَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ وَالْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ وَبَيْنَ يَدَيْهِ عَنَزَةٌ، وَقَالَ أَبُو مُوسَى: دَعَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ بِقَدَحٍ فِيهِ مَاءٌ، فَغَسَلَ يَدَيْهِ وَوَجْهَهُ فِيهِ، وَمَجَّ فِيهِ، ثُمَّ قَالَ لَهُمَا: اشْرَبَا مِنْهُ وَأَفْرِغَا عَلَى وُجُوهِكُمَا وَنُحُورِكُمَا
Dari Abu Juhaifah, ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam keluar menemui kami pada siang hari yang sangat panas. Lalu dibawakan air wudlu kepada beliau, dan beliau pun berwudlu. Setelah selesai, orang-orang mengambil sisa air wudlu beliau dan mengusapkannya ke tubuh mereka. Lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam shalat Dhuhur dua raka’at dan shalat ‘Ashar dua raka’at. Di hadapan beliau ada ‘anazah (tombak kecil – untuk dijadikan sutrah)”. Abu Muusaa berkata : “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam meminta seember kecil air. Kemudian beliau mencuci tangan dan wajahnya di dalamnya, lalu meludahinya. Lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada mereka berdua : “Minumlah kalian darinya, dan tuangkanlah ke wajah dan leher kalian” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 188].
Dan yang lainnya.
Air kencing dan kotoran (tahi) adalah najis. Untuk mengubah hukum asal ini (dari najis menjadi suci) pada diri beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka perlu dalil, dan dalil itu (sayangnya) tidak ada. Kalaupun ada, maka itu tidak shahih – sebagaimana dibahas di atas. Yang menguatkan hal itu, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tetap beristinja’ ketika berhadats, dan kemudian berwudlu ketika hendak shalat.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: اتَّبَعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَخَرَجَ لِحَاجَتِهِ، فَكَانَ لَا يَلْتَفِتُ، فَدَنَوْتُ مِنْهُ، فَقَالَ: " ابْغِنِي أَحْجَارًا أَسْتَنْفِضْ بِهَا أَوْ نَحْوَهُ، وَلَا تَأْتِنِي بِعَظْمٍ وَلَا رَوْثٍ، فَأَتَيْتُهُ بِأَحْجَارٍ بِطَرَفِ ثِيَابِي فَوَضَعْتُهَا إِلَى جَنْبِهِ وَأَعْرَضْتُ عَنْهُ، فَلَمَّا قَضَى أَتْبَعَهُ بِهِنَّ "
Dari Abu Hurairah, ia berkata : “Aku pernah mengikuti Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam saat beliau keluar untuk buang hajat, dan beliau tidak menoleh (ke kanan atau ke kiri) hingga aku pun mendekatinya. Lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Carikan untukku beberapa batu untuk aku gunakan beristinja' dan jangan bawakan tulang atau kotoran hewan. Lalu aku datang kepada beliau dengan membawa beberapa batu di ujung kainku, dan kemudian aku letakkan di sisi beliau, lalu aku berpaling dari beliau. Setelah selesai beliau gunakan batu-batu tersebut." [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 155].
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ يُسْتَنْجَى بِرَوْثٍ أَوْ عَظْمٍ، وَقَالَ: إِنَّهُمَا لا تُطَهِّرَانِ.
Dari Abu Hurairah, ia berkata : “Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang beristinjadengan kotoran binatang atau tulang. Dan beliau bersabda : ‘Sesungguhnya keduanya tidak dapat mensucikan” [Diriwayatkan oleh Ad-Daaruquthniy no. 149; dan ia berkata : ‘sanadnya shahih’].
عَنْ أَنَس بْنَ مَالِكٍ، يَقُولُ: " كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ لِحَاجَتِهِ أَجِيءُ أَنَا وَغُلَامٌ مَعَنَا إِدَاوَةٌ مِنْ مَاءٍ، يَعْنِي يَسْتَنْجِي بِهِ "
Dari Anas bin Maalik, ia berkata : “Apabila Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam keluar untuk menunaikan hajatnya, maka aku dan seorang anak yang bersama kami membawakan bejana berisi air, yakni agar beliau bisa beristinja’ dengannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 150].
Seandainya air kencing dan kotoran beliau suci, tentu beliau tidak akan beristinja’ dan para shahabat radliyallaahu ‘anhum akan berebut sebagaimana mereka berebut untuk mendapatkan sisa rambut, sisa air wudlu, atau keringat beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagian ulama memang ada yang menghukumi air kencing beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam suci berdasarkan dua hadits yang dibahas di atas dan juga qiyas terhadap hadits-hadits yang berisi tabarruknya para shahabat terhadap sebagian anggota tubuh beliau (tangan, keringat, dan yang lainnya). Meskipun pendapat ini lemah, mereka sama sekali tidak mengqiyaskan hal itu berlaku pada selain beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang yang menyimpang.[26]
Wallaahul-musta’aan.
Semoga artikel ini ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 21091434/30072013 – 00:55].




[1]      Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مَيْمُونٍ الْعَطَّارُ، ثنا حَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: أَخْبَرَتْنِي حُكَيْمَةُ بِنْتُ أُمَيْمَةَ، عَنْ أُمِّهَا، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَهُ قَدَحٌ مِنْ عِيدَانٍ يَبُولُ فِيهِ، ثُمَّ يُوضَعُ تَحْتَ سَرِيرِهِ، فَجَاءَتِ امْرَأَةٌ، يُقَالُ لَهَا: بَرَكَةُ، جَاءَتْ مَعَ أُمِّ حَبِيبَةَ مِنَ الْحَبَشَةِ، فَشَرِبَتْهُ، فَطَلَبَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: شَرِبَتْهُ بَرَكَةُ، فَسَأَلَهَا، فَقَالَتْ: شَرِبْتُهُ، فَقَالَ: لَقَدِ احْتَضَرْتِي مِنَ النَّارِ بِحِضَارٍ، أَوْ قَالَ: جُنَّةٍ أَوْ. .. "، هَذَا مَعْنَاهُ
[2]      Riwayatnya adalah :
24/189 no. 477 :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ زِيَادٍ الْحَذَّاءُ الرَّقِّيُّ، ثنا حَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: حَدَّثَتْنِي حُكَيْمَةُ بِنْتُ أُمَيْمَةَ بِنْتِ رُقَيْقَةَ، عَنْ أُمِّهَا، أَنَّهَا قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَبُولُ فِي قَدَحِ عِيدَانٍ، ثُمَّ يَرْفَعُ تَحْتَ سَرِيرِهِ، فَبَالَ فِيهِ ثُمَّ جَاءَ فَأَرَادَهُ، فَإِذَا الْقَدَحُ لَيْسَ فِيهِ شَيْءٌ، فَقَالَ لامْرَأَةٍ يُقَالُ لَهَا بَرَكَةُ كَانَتْ تَخْدُمُ أُمَّ حَبِيبَةَ، جَاءَتْ بِهَا مِنْ أَرْضِ الْحَبَشَةِ: " أَيْنَ الْبَوْلُ الَّذِي كَانَ فِي الْقَدَحِ؟ " قَالَتْ: شَرِبْتُهُ، فَقَالَ: " لَقَدِ احْتَظَرْتِ مِنَ النَّارِ بِحِظَارٍ "
24/205-206 no. 527 :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، ثنا يَحْيَى بْنُ مَعِينٍ، ثنا حَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ حُكَيْمَةَ بِنْتِ أُمَيْمَةَ، عَنْ أُمِّهَا أُمَيْمَةَ، قَالَتْ: كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدَحٌ مِنْ عِيدَانٍ يَبُولُ فِيهِ، وَيَضَعُهُ تَحْتَ سَرِيرِهِ، فَقَامَ فَطَلَبَ، فَلَمْ يَجِدُهُ فَسَأَلَ، فَقَالَ: " أَيْنَ الْقَدَحُ؟ "، قَالُوا: شَرِبَتْهُ بَرَّةُ خَادِمُ أُمِّ سَلَمَةَ الَّتِي قَدِمَتْ مَعَهَا مِنْ أَرْضِ الْحَبَشَةِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَقَدِ احْتَظَرَتْ مِنَ النَّارِ بِحِظَارٍ"
[3]      Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا أَبُو نَصْرٍ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ عُمَرَ بْنِ قَتَادَةَ، ثنا أَبُو الْحَسَنِ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَامِدٍ الْعَطَّارُ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ عَبْدِ الْجَبَّارِ، ثنا يَحْيَى بْنُ مَعِينٍ، عَنْ حَجَّاجٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: أَخْبَرَتْنِي حُكَيْمَةُ بِنْتُ أُمَيْمَةَ، عَنْ أُمَيْمَةَ أُمِّهَا، " أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَبُولُ فِي قَدَحٍ مِنْ عِيدَانٍ، ثُمَّ وَضَعَ تَحْتَ سَرِيرِهِ فَبَالَ، فَوَضَعَ تَحْتَ سَرِيرِهِ فَجَاءَ فَأَرَادَهُ، فَإِذَا الْقَدَحُ لَيْسَ فِيهِ شَيْءٌ، فَقَالَ لامْرَأَةٍ يُقَالُ لَهَا بَرَكَةٌ كَانَتْ تَخْدُمُهُ لأُمِّ حَبِيبَةَ جَاءَتْ مَعَهَا مِنْ أَرْضِ الْحَبَشَةِ: أَيْنَ الْبَوْلُ الَّذِي كَانَ فِي هَذَا الْقَدَحِ؟ قَالَتْ: شَرِبْتُهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ "
[4]      Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ زِيَادٍ الْحَذَّاءُ الرَّقِّيُّ، ثنا حَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، ح
وَحَدَّثَنَا مَخْلَدُ بْنُ جَعْفَرٍ، ثنا إِبْرَاهِيمُ بْنُ هَاشِمٍ الْبَغَوِيُّ، ثنا أَيُّوبُ الْوَزَّانُ، ثنا حَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ، قَالَ: قَالَ ابْنُ جُرَيْجٍ: أَخْبَرَتْنِي حُكَيْمَةُ بِنْتُ أُمَيْمَةَ، عَنْ أُمِّهَا أُمَيْمَةَ بِنْتِ رُقَيْقَةَ، قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَبُولُ فِي قَدَحِ عِيدَانَ، ثُمَّ يَرْفَعُ تَحْتَ سَرِيرِهِ، فَبَالَ فِيهِ، فَأَرَادَهُ فَإِذَا الْقَدَحُ لَيْسَ فِيهِ شَيْءٌ، فَقَالَ لامْرَأَةٍ يُقَالُ لَهَا: بَرَكَةُ، كَانَتْ تَخْدُمُ أُمَّ حَبِيبَةَ جَاءَتْ بِهَا مِنْ أَرْضِ الْحَبَشَةِ: " أَيْنَ الْبَوْلُ الَّذِي كَانَ فِي الْقَدَحِ؟، قَالَتْ: شَرِبْتُهُ، قَالَ: " وَلَقَدِ احْتَظَرْتِ مِنَ النَّارِ بِحِظَارٍ "
[5]      Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ أَبِي خُبْزَةَ الْبَزَّارُ الشَّيْخُ الصَّالِحُ، حَدَّثَنَا هِلالُ بْنُ الْعَلاءِ أَبُو عُمَرَ، حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ: أَخْبَرَتْنِي حُكَيْمَةُ بِنْتُ أُمَيْمَةَ، أَخْبَرَتْهَا، عَنْ أُمِّهَا أُمَيْمَةَ بِنْتِ رُقَيْقَةَ قَالَتْ: كَانَ لِرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدَحٌ مِنْ عِيدَانٍ يَبُولُ فِيهِ وَيَضَعُهُ تَحْتَ السَّرِيرِ، فَجَاءَتِ امْرَأَةٌ يُقَالُ لَهَا بَرَكَةُ كَانَتْ مَعَ أُمِّ حَبِيبَةَ مِنَ الْحَبَشَةِ فَشَرِبَتْهُ، فَطَلَبَهُ النَّبِيُّ فَلَمْ يَجِدْهُ، فَقِيلَ: شَرِبَتْهُ بَرَكَةُ قَالَ: " لَقَدِ احْتَظَرَتْ مِنَ النَّارِ بِحِظَارٍ أَوْ جُنَّةٍ
أَوْ نَحْوَ هَذَا، سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ الْحَسَنِ قَالَ: سَمِعْتُ بِشْرَ بْنَ مُوسَى يَقُولُ: سَمِعْتُ أَبَا أُسَامَةَ يَقُولُ: حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ، فَلَمْ أَحْفَظْ عَنْهُ غَيْرَ هَذَا
[6]      Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى، قَالَ: حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: أَخْبَرَتْنِي حَكِيمَةُ ابْنَةُ أُمَيْمَةَ، عَنْ أُمَيْمَةَ أُمِّهَا، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَبُولُ فِي قَدَحٍ مِنْ عِيدَانٍ، ثُمَّ يُوضَعُ تَحْتَ سَرِيرِهِ، فَبَالَ فَوُضِعَ تَحْتَ سَرِيرِهِ، فَجَاءَ فَأَرَادَهُ، فَإِذَا الْقَدَحُ لَيْسَ فِيهِ شَيْءٌ، فَقَالَ لامْرَأَةٍ، يُقَالُ لَهَا: بَرَكَةُ كَانَتْ تَخْدُمُهُ لأُمِّ حَبِيبَةَ جَاءَتْ مَعَهَا مِنْ أَرْضِ الْحَبَشَةِ: أَيْنَ الْبَوْلُ الَّذِي كَانَ فِي هَذَا الْقَدَحِ؟ قَالَتْ: شَرِبْتُهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
[7]      Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ قَاسِمٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ عَبْدِ الْجَبَّارِ الصُّوفِيُّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مَعِينٍ، حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: أَخْبَرَتْنِي حَكِيمَةُ بِنْتُ أُمَيْمَةَ، عَنْ أُمَيْمَةَ أُمِّهَا، " أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَبُولُ فِي قَدَحٍ مِنْ عَيْدَانٍ وَيُوضَعُ تَحْتَ سَرِيرِهِ، فَبَالَ فِيهِ لَيْلَةً، فَوُضِعَ تَحْتَ سَرِيرِهِ، فَجَاءَ فَإِذَا الْقَدَحُ لَيْسَ فِيهِ شَيْءٌ، فَقَالَ لامْرَأَةٍ يُقَالُ لَهَا بَرَكَةٌ كَانَتْ تَخْدُمُهُ لأُمِّ حَبِيبَةَ جَاءَتْ مَعَهَا مِنْ أَرْضِ الْحَبَشَةِ: الْبَوْلُ الَّذِي كَانَ فِي هَذَا الْقَدَحِ مَا فَعَلَ؟. فَقَالَتْ: شَرِبْتُهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ".
[8]      Riwayatnya adalah :
50/69 :
أَخْبَرَنَا أَبُو الْفَرَجِ قَوَّامُ بْنُ زَيْدِ بْنِ عِيسَى، وَأَبُو الْقَاسِمِ إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَحْمَدَ، قَالا: أنا أَبُو الْحُسَيْنِ بْنُ النَّقُّورِ، أنا أَبُو الْحَسَنِ الْحَرْبِيُّ، نا أَحْمَدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ عَبْدِ الْجَبَّارِ.ح وَأَخْبَرَنَا أَبُو الْقَاسِمِ تَمِيمُ ابْنُ أَبِي سَعِيدٍ، أنا أَبُو سَعْدٍ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، أَنْبَأَ أَبُو عَمْرِو بْنُ حَمْدَانَ، أنا أَبُو يَعْلَى الْمَوْصِلِيُّ.قَالا: نا يَحْيَى بْنُ مَعِينٍ، نا حَجَّاجٌ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: حَدَّثَتْنِي حَكِيمَةُ بِنْتُ أُمَيْمَةَ، عَنْ أُمَيْمَةَ أُمِّهَا: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَبُولُ فِي قَدَحٍ مِنْ عَيْدَانٍ، ثُمَّ يُوضَعُ تَحْتَ سَرِيرِهِ، فَجَاءَ فَأَرَادَهُ، فَإِذَا الْقَدَحُ لَيْسَ فِيهِ شَيْءٌ، فَقَالَ لامْرَأَةٍ يُقَالُ لَهَا بَرَكَةُ كَانَتْ تَخْدِمُهُ، لأُمِّ حَبِيبَةَ جَاءَتْ مَعَهَا مِنْ أَرْضِ الْحَبَشَةِ: " الْبَوْلُ الَّذِي كَانَ فِي الْقَدَحِ؟ "، قَالَتْ: شَرِبْتُهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
51/69 :
أَخْبَرَنَا بِهِ أَتَمُّ مِنْ هَذَا أَبُو الْفَتْحِ يُوسُفُ بْنُ عَبْدِ الْوَاحِدِ، أنا شُجَاعُ بْنُ عَلِيٍّ، أنا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ بْنُ مَنْدَهْ، أنا أَبُو عَمْرِو أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، نا هِلالُ بْنُ الْعَلاءِ، نا حَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ، نا ابْنُ جُرَيْجٍ: أَنَّ حَكِيمَةَ بِنْتَ أُمَيْمَةَ أَخْبَرَتْهُ، عَنْ أُمِّهَا أُمَيْمَةَ بِنْتِ رُقَيْقَةَ، قَالَتْ: كَانَتْ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدَحٌ مِنْ عَيْدَانٍ يَبُولُ فِيهَا، وَيَضَعُهُ تَحْتَ السَّرِيرِ، فَجَاءَتِ امْرَأَةٌ يُقَالُ لَهَا: بَرَكَةُ، قَدِمَتْ مَعَ أُمِّ حَبِيبَةَ مِنَ الْحَبَشَةِ فَشَرِبَتْهُ، فَطَلَبَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَجِدْهُ، فَقِيلَ: شَرِبَتْهُ بَرَكَةُ، فَقَالَ لَهَا: " لَقَدِ احْتَظَرْتِ مِنَ النَّارِ بِحِظَارٍ "
[9]      Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عِيسَى، حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ، عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ حُكَيْمَةَ بِنْتِ أُمَيْمَةَ بِنْتِ رُقَيْقَةَ، عَنْ أُمِّهَا، أَنَّهَا قَالَتْ: " كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدَحٌ مِنْ عِيدَانٍ تَحْتَ سَرِيرِهِ يَبُولُ فِيهِ بِاللَّيْلِ "
[10]     Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا أَيَّوبُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْوَزَّانُ، قال: حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ، قال: قال ابْنُ جُرَيْجٍ: أَخْبَرَتْنِي حُكَيْمَةُ بِنْتُ أُمَيْمَةَ، عَنْ أُمِّهَا أُمَيْمَةَ بِنْتِ رُقَيْقَةَ، قَالَتْ: " كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدَحٌ مِنْ عَيْدَانٍ يَبُولُ فِيهِ وَيَضَعُهُ تَحْتَ السَّرِيرِ "
[11]     Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَي أَيُّوبُ بْنُ مُحَمَّدِ الرَّقِّيُّ الْوَزَّانُ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَجَّاجُ يعْنِي بْنَ مُحَمَّدٍ، قَالَ: قَالَ ابْنُ جُرَيْجٍ: أَخْبَرْتِنِي حُكَيْمَةُ بِنْتُ أُمَيْمَة، عَنْ أُمِّهَا أُمَيْمَةَ بِنْتِ رُقَيْقَةَ، قَالَتْ: كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدَحٌ مِنْ عِيدَانٍ يَبُولُ فِيهِ، وَيَضَعُهُ تَحْتَ السَّرِيرِ
[12]     Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا أَبُو حَاتِمٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ عَبْدِ الْجَبَّارِ الصُّوفِي، بِبَغْدَادَ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مَعِينٍ، حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: حَدَّثَتْنِي حُكَيْمَةُ بِنْتُ أُمَيْمَةَ، عَنْ أُمِّهَا أُمَيْمَةَ بِنْتِ رُقَيْقَةَ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَبُولُ فِي قَدَحٍ مِنْ عِيدَانٍ، ثُمَّ يُوضَعُ تَحْتَ سَرِيرِهِ
[13]     Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ إِسْمَاعِيلُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْمَاعِيلَ الْفَقِيهُ بِالرِّيِّ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ الْفَرَحِ الأَزْرَقِ، ثنا حَجَّاجِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ حُكَيْمَةَ بِنْتِ أُمَيْمَةَ بِنْتِ رُقَيْقَةَ، عَنْ أُمِّهَا، أَنَّهَا قَالَتْ: " كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدَحٌ مِنْ عِيدَانَ تَحْتَ سَرِيرِهِ يَبُولُ فِيهِ بِاللَّيْلِ".
هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الإِسْنَادِ وَسُنَّةٌ غَرِيبَةٌ وَأُمَيْمَةُ بِنْتُ رُقَيْقَةَ صَحَابِيَّةٌ مَشْهُورَةٌ مُخَرَّجٌ حَدِيثُهَا فِي الْوُحْدَانِ لِلأَئِمَّةِ، وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ
[14]     Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، أنا أَبُو بَكْرٍ إِسْمَاعِيلُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْمَاعِيلَ الْفَقِيهُ بِالرِّيِّ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ الْفَرَجِ الأَزْرَقُ، نا حَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ حُكَيْمَةَ بِنْتِ أُمَيْمَةَ بِنْتِ رُقَيْقَةَ، عَنْ أُمِّهَا، قَالَتْ: كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدَحٌ مِنْ عِيدَانَ تَحْتَ سَرِيرِهِ يَبُولُ فِيهِ بِاللَّيْلِ
[15]     Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ الْفَاشَانِيُّ، أَخْبَرَنَا الشَّرِيفُ أَبُو عُمَرَ الْقَاسِمُ بْنُ جَعْفَرٍ الْهَاشِمِيُّ، أنا أَبُو عَلِيٍّ اللُّؤْلُئِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ، نا مُحَمَّدُ بْنُ عِيسَى، نا حَجَّاجٌ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ حُكَيْمَةَ بِنْتِ أُمَيْمَةَ بِنْتِ رُقَيْقَةَ، عَنْ أُمِّهَا، أَنَّهَا قَالَتْ: " كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدَحٌ مِنْ عِيدَانٍ تَحْتَ سَرِيرِهِ يَبُولُ فِيهِ بِاللَّيْلِ "
[16]     Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
قلت : وهذا الذي ذهب إليه ابن حبان من أن الرجل إذا انتفت جهالة عينه كان على العدالة حتى يتبين جرحه مذهب عجيب ، والجمهور على خلافه ، وهذا مسلك ابن حبان في " كتاب الثقات " الذي ألفه ، فإنه يذكر خلقا نص عليهم أبو حاتم وغيره على أنهم مجهولون ، وكان عند ابن حبان أن جهالة العين ترتفع برواية واحد مشهور ، وهو مذهب شيخه ابن خزيمة ، ولكن جهالة حاله باقية عند غيره "
“Aku katakan : Pendapat Ibnu Hibbaan bahwa perawi yang hilang majhul ‘ain-nya berarti ‘adil adalah pendapat yang aneh. Kebanyakan (jumhur) ulama menentangnya. Jalan yang ditempuh Ibnu Hibban dalam kitab karangannya yaitu Kitaabuts-Tsiqaat menyebutkan sejumlah perawi yang dicatat oleh Abu Haatim dan yang lainnya sebagai majhul, dan seakan-akan Ibnu Hibban berpendapat bahwa majhul ‘ain itu akan terangkat oleh satu perawi terkenal. Ini adalah pendapat syaikhnya, yaitu Ibnu Khuzaimah. Namun para ulama lain (yaitu jumhur) menyatakan bahwa majhul haal itu tetap ada” [Lisaanul-Miizaan, 1/208-209].
Ibnu ‘Abdil-Haadi rahimahullah berkata :
وقد ذكر ابن حبان في هذا الكتاب خلقا كثيرا من هذا النمط ، وطريقته فيه أنه ذكر من لم يعرفه بجرح وإن كان مجهولا لم يعرف حاله ، وينبغي أن ينتبه لهذا ويعرف أن توثيق ابن حبان للرجل بمجرد ذكره في هذا الكتاب من أدنى درجات التوثيق
“Ibnu Hibbaan menyebutkan dalam kitabnya (yaitu Ats-Tsiqaat) sejumlah contoh yang banyak dari para perawi. Caranya, dia menyebutkan orang yang dia tidak dikenal adanya jarh (cacat) meskipun ia seorang yang majhul, tidak dikenal keadaannya (majhul haal). Hendaklah hal ini diwaspadai. Tautsiq Ibnu Hibban terhadap seseorang yang hanya disebutkan pada kitabnya ini berada pada tingkat yang paling rendah” [Ash-Shaarimul-Munkiy, hal 92-93].
[17]     Banyak ulama berkomentar tentang tasaahul Al-Haakim rahimahullah ini, di antaranya Az-Za’ilaa’iy rahimahullah yang berkata :
الحاكم عرف تساهله وتصحيحه للأحاديث الضعيفة بل الموضوعة
“Al-Haakim telah diketahui tasaahul-nya dan penshahihannya terhadap hadits-hadits dla’iif dan maudluu’” [Nashbur-Raayah, 1/360].
An-Nawawiy rahimahullah berkata :
الحاكم متساهل كما سبق بيانه مراراً
“Al-Haakim adalah mutasaahil sebagaimana berlalu penjelasannya beberapa kali” [Al-Majmuu’, 7/64].
Selain keduanya, para ulama yang mensifati Al-Haakim dengan tasaahul antara lain adalah Ibnu Shalaah, Adz-Dzahabiy, Ibnu Taimiyyah, Al-‘Ainiy, Al-Kasymiiriy, dan yang lainnya.
[18]     Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ إِسْحَاقَ التُّسْتَرِيُّ، ثنا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، ثنا شَبَابَةُ بْنُ سَوَّارٍ، حَدَّثَنِي أَبُو مَالِكٍ النَّخَعِيُّ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ نُبَيْحٍ الْعَنَزِيِّ، عَنْ أُمِّ أَيْمَنَ، قَالَتْ: قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ اللَّيْلِ إِلَى فَخَّارَةٍ فِي جَانِبِ الْبَيْتِ، فَبَالَ فِيهَا فَقُمْتُ مِنَ اللَّيْلِ، وَأَنَا عَطْشَانَةُ فَشَرِبْتُ مَا فِيهَا، وَأَنَا لا أَشْعُرُ، فَلَمَّا أَصْبَحَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " يَا أُمَّ أَيْمَنَ، قَوْمِي فَأَهْرِيقِي مَا فِي تِلْكَ الْفَخَّارَةِ ".قُلْتُ: قَدْ وَاللَّهِ شَرِبْتُ مَا فِيهَا.قَالَتْ: فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ، ثُمَّ قَالَ: " أَمَا إِنَّكِ لا تَتَّجِعِينَ بَطْنَكِ أَبَدًا "
[19]     Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ كَامِلٍ الْقَاضِي، ثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوْحٍ الْمَدَايِنِيُّ، ثَنَا شَبَابَةُ، ثَنَا أَبُو مَالِكٍ النَّخَعِيُّ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ نُبَيْحٍ الْعَنَزِيِّ، عَنْ أُمِّ أَيْمَنَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآَلِهِ وَسَلَّمَ مِنَ اللَّيْلِ إِلَيَّ فَخَّارَةٍ مِنْ جَانِبِ الْبَيْتِ، فَبَالَ فِيهَا، فَقُمْتُ مِنَ اللَّيْلِ وَأَنَا عَطْشَى، فَشَرِبْتُ مِنْ فِي الْفَخَّارَةِ، وَأَنَا لا أَشْعُرُ، فَلَمَّا أَصْبَحَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآَلِهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: " يَا أُمَّ أَيْمَنَ، قَوْمِي إِلَى تِلْكَ الْفَخَّارَةِ فَأَهْرِيقِي مَا فِيهَا "، قُلْتُ: قَدْ وَاللَّهِ شَرِبْتُ مَا فِيهَا.قَالَ: فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآَلِهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ، ثُمَّ قَالَ: " أَمَا إِنَّكِ لا يَفْجَعُ بَطْنُكِ بَعْدَهُ أَبَدًا "
[20]     Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا أَبُو عَمْرِو بْنُ حَمْدَانَ، ثنا الْحَسَنُ بْنُ سُفْيَانَ، ثنا إِسْحَاقُ بْنُ بُهْلُولٍ، ثنا شَبَابَةُ بْنُ سَوَّارٍ، ثنا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ حُسَيْنٍ أَبُو مَالِكٍ النَّخَعِيُّ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ نُبَيْحٍ العَنَزِيِّ، عَنْ أُمِّ أَيْمَنَ، قَالَتْ: بَاتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ فِي الْبَيْتِ، فَقَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَبَالَ فِي فَخَّارَةٍ، فَقُمْتُ وَأَنَا عَطْشَى، لَم أَشْعُرْ مَا فِي الْفَخَّارَةِ فَشَرِبْتُ مَا فِيهَا، فَلَمَّا أَصْبَحْنَا، قَالَ لِي: " يَا أُمَّ أَيْمَنَ أَهْرِيقِي مَا فِي الْفَخَّارَةِ "، قُلْتُ: وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ شَرِبْتُ مَا فِيهَا، فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ، ثُمَّ قَالَ: " أَمَا إِنَّهُ لا يَفْجَعُ بَطْنُكِ بَعْدَهُ أَبَدًا "
[21]     Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانَ بْنُ أَحْمَدُ، قَالَ: ثنا الْحَسَنُ بْنُ إِسْحَاقَ، ثنا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، قَالَ: ثنا شَبَابَةُ بْنُ سَوَّارٍ، قَالَ: ثنا أَبُو مَالِكٍ النَّخَعِيُّ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ نُبَيْحٍ الْعَنَزِيِّ، عَنْ أُمِّ أَيْمَنَ، قَالَتْ: " قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ مِنَ اللَّيْلِ إِلَى فَخَّارَةٍ فِي جَانِبِ الْبَيْتِ فَبَالَ فِيهَا، فَقُمْتُ مِنَ اللَّيْلِ وَأَنَا عَطْشَانَةٌ، فَشَرِبْتُ مَا فِيهَا وَأَنَا لا أَشْعُرُ، فَلَمَّا أَصْبَحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ: يَا أُمَّ أَيْمَنَ، قَوْمِي فَأَهْرِيقِي مَا فِي تِلْكَ الْفَخَّارَةِ، قُلْتُ: قَدْ وَاللَّهِ شَرِبْتُ مَا فِيهَا، قَالَتْ: فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِزُهُ، ثُمَّ قَالَ: أَمَا إِنَّكِ لا تَتَّجِعِينَ بَطْنَكِ أَبَدًا "
[22]     Riwayatnya adalah :
وَقَالَ أَبُو يَعْلَى: ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ، ثَنَا سِلْمُ بْنُ قُتَيْبَةَ، عَنِ الْحَسَنِ بْنِ حَرْبٍ، عَنْ يَعْلَى بْنِ عَطَاءٍ، عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أُمِّ أَيْمَنَ، قَالَتْ: كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَّارَةٌ يَبُولُ فِيهَا، فَكَانَ إِذَا أَصْبَحَ يَقُولُ: " يَا أُمَّ أَيْمَنَ، صُبِّي مَا فِي الْفَخَّارَةِ "، فَقُمْتُ لَيْلَةً وَأَنَا عَطْشَى، فَشَرِبْتُ مَا فِيهَا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يَا أُمَّ أَيْمَنَ، صُبِّي مَا فِي الْفَخَّارَةِ "، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قُمْتُ وَأَنَا عَطْشَى، فَشَرِبْتُ مَا فِيهَا، قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّكِ لَنْ تَشْتَكِي بَطْنَكِ بَعْدَ يَوْمِكِ هَذَا أَبَدًا "
[23]     Riwayatnya adalah :
وقال الحافظ أبو يعلى ثنا محمد بن أبي بكر المقدمي ثنا سلم بن قتيبة عن الحسين بن حرب عن يعلى بن عطاء عن الوليد بن عبد الرحمن عن أم أيمن قالـت: كان لرسول الله فخارة يبول فيها، فكان إذا أصـبح يقول: «يا أم أيمن، صبي ما في الفخارة». فقمت ليلة وأنا عطشى فشربت ما فيها، فقال رسول الله: «يا أم أيمن، صبي ما في الفخارة». فقالت: يا رسول الله، قمت وأنا عطشى فشربت ما فيها. فقال: «إنك لن تشـتكي بطنك بعد يومك هذا أبدًا».
[24]     Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَتْنَا أُمُّ الْمُجْتَبَى فَاطِمَةُ بِنْتُ نَاصِرٍ، قَالَتْ: قُرِئَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ بْنِ مَنْصُورٍ، أَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ الْمُقْرِئِ، أَنَا أَبُو يَعْلَى، نَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ الْمُقَدِّمِيُّ، نَا سَلْمُ بْنُ قُتَيْبَةَ، عَنِ الْحُسَيْنِ بْنِ حُرَيْثٍ، عَنْ يَعْلَى بْنِ عَطَاءٍ، عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أُمِّ أَيْمَنَ، قَالَتْ: كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ فَخَّارَةٌ يَبُولُ فِيهَا، فَكَانَ إِذَا أَصْبَحَ، يَقُولُ: " يَا أُمَّ أَيْمَنَ صُبِّي مَا فِي الْفَخَّارِ "، فَقُمْتُ لَيْلَةً وَأَنَا عَطْشَى، فَغَلِطْتُ فَشَرِبْتُ مَا فِيهَا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ: " يَا أُمَّ أَيْمَنَ صُبِّي مَا فِي الْفَخَّارَةِ "، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قُمْتُ وَأَنَا عَطْشَى فَشَرِبْتُ مَا فِيهَا، فَقَالَ: " إِنَّكِ لَنْ تَشْتَكِيَ بَطْنَكَ بَعْدَ يَوْمِكِ هَذَا "
[25]     Riwayatnya adalah :
قَالَ أَبُو يَعْلَى الْمَوْصِلِيُّ: ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ، ثَنَا سَلْمُ بْنُ قُتَيْبَةَ، عَنِ الْحُسَيْنِ بْنِ حُرَيثٍ، عَنْ يَعْلَى بْنِ عَطَاءٍ، عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أُمِّ أَيْمَنَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ فَخَّارَةٌ يَبُولُ فِيَهَا، فَكَانَ إِذَا أَصْبَحَ، يَقُولُ: " يَا أُمَّ أَيْمَنَ، صُبِّي مَا فِي الْفَخَّارَةِ "، فَقُمْتُ لَيْلَةً وَأَنَا عَطْشَى، فَغَلِطْتُ، فَشَرِبْتُ مَا فِيهَا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ: " يَا أُمَّ أَيْمَنَ صُبِّي مَا فِي الْفَخَّارَةِ "، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قُمْتُ وَأَنَا عَطْشَى فَشَرِبْتُ مَا فِيهَا، قَالَ: " إِنَّكِ لَنْ تَشْتَكِي مِنْ بَطْنِكِ بَعْدَ يَوْمِكِ هَذَا أَبَدًا "
[26]     Sebagian orang-orang shufi yang ghulluw pecinta khurafat mengqiyaskan hal tersebut pada wali atau pemimpin thariqat mereka sehingga anggota tubuh mereka – termasuk air kencing dan kotorannya – pun dianggap suci dan boleh bertabarruk dengannya.
Begitu pula sebagian orang-orang Syi’ah yang tergopoh-gopoh membawakan riwayat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di atas dan pendapat sebagian ulama yang berpendapat sucinya air kencing beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam; untuk beretorika dan membela sikap ghulluw mereka terhadap para imam mereka, dengan menganggap : air kencing dan kotoran imam adalah suci ! barangsiapa yang minum air kencingnya dan memakan kotorannya, laikmasuk surga dan haram dijilat api neraka [silakan baca artikel ini]. Wallaahul-musta’aan……

wdcfawqafwef