Nabi Saja, Memperlakukan Istrinya Secara Halus


Kamis, 29 September 2011 
SUNGGUH, tidak ada figur yang menjamin pengikutnya akan bahagia dalam segala hal selain Rosulullah saw. Dan, pasti bahwa tidak ada petunjuk yang bisa dijamin kebenarannya selain al-Qur’an al-Karim. Keduanya memberikan solusi terbaik bagi seluruh jenis persoalan yang dihadapi umat manusia, termasuk masalah rumah tangga.
Dalam upaya membina rumah tangga bahagia Rosulullah juga memberikan teladan yang jelas dan mudah untuk dilaksanakan. Andaikata ada orang yang tidak pernah bertemu lawan jenisnya kemudian menikah, jangan khawatir, tips dari Rosulullah akan memberikan hasil yang baik daripada lawan jenis yang mengerti banyak teori rumah tangga namun tak mengikuti petunjuk nabi.
Kebahagiaan berumah tangga sangat mudah kita raih manakala kita benar-benar mengerti bagaimana Rosulullah saw memberikan teladan kepada kita selaku umatnya.
Dan, yang paling penting adalah kesiapan dan komitmen kita dalam meneladani kehidupan rumah tangga beliau.
Masalahnya, generasi sekarang, cenderung kurang memperhatikan masalah tuntunan interaksi suami istri di dalam kamar. Akibatnya mereka tak mampu meraih kebahagiaan yang didambakan. Jika dibiarkan lambat laun kondisi tersebut akan menimbulkan terjadinya perselisihan. Perselisihan yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
Tidak dapat dipungkiri, salah satu pemicu perselisihan yang sering dialami dalam berumah tangga, khususnya rumah tangga muda, yakni adanya ketidakpuasan pola interaksi suami istri di dalam kamar.
Bagaimanapun hal ini tidak bisa dianggap sepele. Sebab tidak sedikit fakta menunjukkan bahwa seringkali rumah tangga hancur berantakan karena perkara yang satu itu.
Oleh karena itu, sebagai seorang Muslim kita wajib membina keluarga bahagia (sakinah mawaddah wa rahmah). Bagaimana cara mewujudkannya? Uraian singkat berikut ini insya Allah akan membantu pembaca untuk meraih kebahagiaan rumah tangga.
Nikmat Itu Ibadah
Menikah adalah sunnah Nabi. Dan, menjalankan hubungan intim merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan agama dan bernilai pahala yang sangat besar.
Karenanya, jima’ (hubungan intim) dalam ikatan pernikahan adalah jalan halal yang disediakan Allah untuk menyalurkan naluri jasmaniahnya agar terhindar dari perilaku yang menyerupai binatang atau bahkan lebih buruk lagi.
Rosulullah SAW pernah bersabda, “Dalam kemaluanmu itu ada sedekah.” Sahabat lalu bertanya, “Wahai Rosulullah, apakah kita mendapat pahala dengan menggauli istri kita?.” Rosulullah menjawab, “Bukankah jika kalian menyalurkan nafsu di jalan yang haram akan berdosa? Maka begitu juga sebaliknya, bila disalurkan di jalan yang halal, kalian akan berpahala.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah).
Awali Dengan Doa
Sebagai seorang Muslim tentu kita diwajibkan untuk selalu mengawali pekerjaan dan menyudahi pekerjaan dengan membaca doa. Perihal hubungan suami istri juga ada doanya. Hal ini menjadi satu bukti bahwa Islam benar-benar agama yang sempurna.
“Dari Abdullah bin Abbas ra, Rosulullah SAW bersabda: “Jika salah seorang kamu ingin berjima’ dengan istrinya, hendaklah ia membaca: بسمِ اللهِ اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا (Bismillah, Allahumma jannibnaa asy-syaithana wa jannibi asy-syaithana ma rozaqtanaa).” (Dengan nama Allah, Yaa Allah jauhkanlah syetan dari kami dan jauhkanlah syetan dari apa yang Engkau rizqikan kepada kami). Maka seandainya ditakdirkan dari hubungan itu seorang anak, anak itu tidak akan diganggu syetan selama-lamanya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Itulah yang membedakan generasi Islam dengan orang diluar Islam. Bahkan di kamar dan hendak berkumpul dengan istripun, ada adab dan doa-doa yang dianjurkan.
Masalahnya, banyak generasi Islam kurang paham anjuran agamanya sendiri. Mereka kurang mengerti adab-adab Islam, termasuk adab dalam menggauli Istrinya.
Seorang ulama pernah mengatakan, saat ini banyak lahir anak-anak yang tidak memiliki kesopanan, tata krama dan tak mengenal budi pekerki. “Jangan-jangan, karena kedua orangtuanya tak pernah berdoa saat berhubungan intim,” ujarnya. Boleh jadi ungkapan ini benar. Sebab, saat itu, sebagaimana hadits di atas, syetan-syetan ikut terlibat di dalam kamar.
Karena itu, berdoalah ketika hendak berjima’ (berhubungan intim). Agar  dapat mengundang berkah Allah SWT, hingga proses hubungan tersebut benar-benar dirdhoi Allah dan mampu menghasilkan putra-putri yang dikaruniai dan diberkahi Allah. Dampaknya, tentu akan menjadi hamba Allah yang shalih dan shalihah.
Merayu Istri
Bercanda sering dilakukan Nabi beserta istrinya Aisyah di saat berduaan. Pakar kesehatan saat ini sering menyebutnya dengan istilah bercumbu atau pembukaan sebelum jima’ (berhubungan seks).
Wanita dikenal memiliki perasaan halus. Ia juga harus diperlakukan sangat halus, bukan dengan cara kasar. Karenanya, tidak layak seorang suami memperlakukan para istri seperti binatang.
Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam selalu bercanda, tertawa dan merayu istri-istrinya sebelum berjima’.
Lakukan Dengan Tenang
Biasanya kesibukan sehari-hari, pekerjaan dan beragam tugas lainnya, menjadikan kualitas dan kuantitas interaksi suami istri sedikit terganggu. Namun demikian dalam prose jima’ akan sangat baik jika diberikan waktu yang pas. Jadi, tidak dilakukan dengan tergesa-gesa, namun tetap mengikuti tuntunan nabi, tenang.
“Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli istrinya seperti binatang. Hendaklah ia terlebih dahulu memberikan pendahuluan, yakni ciuman dan cumbu rayu.” (HR. At-Tirmidzi).
Wanita merupakan makhluk Allalh yang sangat lembut hati dan perasaannya. Ciuman kepada istri merupakan satu hal yang amat didambakan dan dinantikan. Sebab ciuman suami bagi istri sholehah merupakan bentuk kasih sayang yang mampu menenangkan jiwa dan pikirannya. Maka dari itu mencium istri, merayu dan bercumbu dengannya merupakan satu hal yang tidak boleh ditinggalkan oleh para suami.
Berwudhu
Jika sang suami ingin berjima’ lagi, maka dianjurkan berwudhu terlebih dahulu, karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila salah seorang kamu telah bersetubuh dengan istrinya, lalu ingin mengulanginya kembali maka hendaklah ia berwudhu”. (HR. Muslim).
Aisyah menuturkan:”Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam apabila beliau hendak makan atau tidur sedangkan ia junub, maka beliau mencuci kemaluannya dan berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat.” (Muttafaq’alaih).
Larangan Dubur
Haram bagi suami menyetubuhi istrinya di saat ia sedang haid atau menyetubuhi duburnya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang melakukan persetubuhan terhadap wanita haid atau wanita pada duburnya, atau datang kepada dukun (tukang sihir) lalu membenarkan apa yang dikatakannya, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Al-Arba`ah dan dishahihkan oleh Al-Alnbani).
Tidak Membuka Aib nya
Haram bagi suami-istri menyebarkan tentang rahasia hubungan keduanya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:“Sesungguh-nya manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiamat adalah orang lelaki yang berhubungan dengan istrinya (jima`), kemudian ia menyebarkan rahasianya.” (HR. Muslim).
Jangan Tergesa Meninggalkan Istri
Umumnya suami lebih sering mengalami orgasme lebih cepat daripada istri. Namun demikian hal ini tidak bisa dijadikan alasan untuk bersikap egois. Suami juga wajib berusaha agar istri dapat merasakan puncak kenikmatan dalam hubungan intim.
Kemudian agar sedekah yang kita lakukan bersama pasangan kita juga memberikan hasil optimal maka upaya untuk bisa mencapai puncak kepuasan secara bersama-sama merupakan satu hal yang perlu diperhatikan dengan sangat. Bahkan ada yang mengatakan wajib.
Karena pencapaian kenikmatan secara bersama merupakan salah satu unsur penting dalam mencapai tujuan pernikahan yakni sakinah, mawaddah dan rahmah. 
Ketidakpuasan salah satu pihak dalam jima’, jika dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan akan mendatangkan madharat yang lebih besar, yakni perselingkuhan. Maka, sesuai dengan prinsip dasar Islam, “la dharara wa la dhirar” (tidak berbahaya dan membahayakan), segala upaya mencegah hal-hal yang membahayakan pernikahan yang sah hukumnya juga wajib.
Dengan demikian hal yang wajib dilakukan suami ialah belajar dan berusaha agar sang istri juga dapat merasakan puncak kepuasan. Merupakan satu tindakan yang bisa disebut egois dan dholim apabila suami telah mengalami orgasme kemudian dengan segera ia mengakhiri hubungan tersebut dan bergegas lepas dari pelukan sang isteri.
Tindakan di atas adalah keliru. Sebab keikmatan yang dirasakanoleh istri dalam  jima’ dan sampainya ia pada orgasme, bukan semata-mata terletak pada alat kelaminnya saja. Tetapi ia juga sangat menikmati adanya keterpautan tubuh, bahkan sangat menikmati setiap sentuhan yang terjadi pada organ tubuh luar.
Bahkan yang terpenting dari semua itu adalah istri dapat merasakan adanya cinta dan kasih sayang dari sang suami. Sebab dengan hal itulah istri akan memliki kesiapan mental dalam dirinya untuk mengakhiri hubungan tersebut, bahkan hal itu akan sangat menjadikan istri selalu rindu untuk melakukan hubungan intim.
Oleh karena itu, sangat ditekankan kepada para suami untuk tidak lupa selalu memberikan ciuman kepada istri seketika setelah hubungan berakhir. Selain itu kata-kata yang manis, dekapan yang hangat dari kedua belah pihak akan semakin memperkuat jalinan cinta di antara keduanya.
Beberapa langkah di atas merupakan bagian kecil dari tuntunan Rosulullah saw bagi umatnya untuk memelihara kasih sayang antara suami dan istri.
Dengan demikian, upaya untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddan wa rahmah insya Allah secara perlahan dapat dicapai. Islam itu sempurna, maka raihlah kebahagiaan dengan memahaminya dan mengamalkannya.
Mudah-mudahan kita mengamalkan sunnah Nabi dan meninggalkan tradisi jahilillah yang datangnya dari Barat dan orang kafir.*/Imam Nawawi
Rep: Imam NawawiRed: Cholis Akbar

wdcfawqafwef