Al-Imaam Al-Bukhaariy dan Muslim rahimahumallah meriwayatkan dari Az-Zubair bin ‘Ady rahimahullah, ia berkata :
دخلنا على أنس بن مالك قال: فشكونا إليه ما نَلقى من الحَجَّاج، فقال: ما مِن عامٍ إلاَّ والَّذي بعده شرٌّ منه حتى تَلْقَوْا ربَّكم ، سمعتُ هذا من نبيّكم
Kami masuk menemui Anas bin Malik radliyallaahu ‘anhu. Kami mengadukan kepadanya apa yang kami alami atas kesewenang-wenangan Al-Hajjaj [1] terhadap kami. Anas berkata : “Tidaklah datang satu masa kecuali masa-masa berikutnya lebih buruk dari sebelumnya hingga kalian menemui Rabb kalian. Aku mendengar perkataan ini dari Nabi kalian (yaitu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi waallam)”.
Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
وقد استُشكل هذا الإطلاق مع أن بعض الأزمنة تكون في الشرّ دون التي قبلها، ولو لم يكن في ذلك إلا زمن عمر بن عبد العزيز، وهو بعد زمن الحجاج بيسير، وقد اشتهر الخير الذي كان في زمن عمر بن عبد العزيز ... وأجاب بعضهم أن المراد بالتفضيل تفضيل مجموع العصر على مجموع العصر، فإن عصر الحجاج كان فيه كثير من الصحابة في الأحياء، وفي عصر عمر بن عبد العزيز انقرضوا، والزمان الذي فيه الصحابة خير من الزمان الذي بعده لقوله e: خير القرون قرني ... وهو في الصحيحين
“Sejumlah orang sulit memahami perkataan beliau ini. Karena sebagian masa ada yang lebih sedikit keburukannya daripada masa yang telah berlalu sebelumnya. Salah satu diantaranya adalah masa kekhalifahan ‘Umar bin ‘Abdilaziz yang datang setelah masa Al-Hajjaj. Banyak sekali riwayat yang menceritakan kebaikan di masa ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz….. Sebagian orang memberikan jawaban bahwasannya apa yang dimaksud (dari perkataan Anas) atas keutamaan tersebut keseluruhan keutamaan pada masa tersebut. Karena sesungguhnya pada masa Al-Hajjaj di dalamnya terdapat banyak shahabat yang masih hidup. Sedangkan pada masa ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz tidak ada lagi shahabat yang masih hidup. Masa yang di dalamnya terdapat shahabat tentu lebih baik daripada masa sesudahnya (ketika shahabat telah tiada). Hal itu disebabkan oleh sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sebaik-baik kurun adalah kurunku….”.[2] Hadits tersebut terdapat dalam Shahihain”.
Kemudian beliau (Ibnu Hajar) melanjutkan :
ثم وجدت عن عبد الله بن مسعود التصريح بالمراد وهو أولى بالاتباع، فأخرج يعقوب بن شيبة من طريق الحارث بن حصيرة عن زيد بن وهب قال: سمعت عبد الله بن مسعود يقول: " لا يأتي عليكم يوم إلا وهو شرّ من اليوم الذي قبله حتى تقوم الساعة، لست أعني رخاء من العيش يصيبه، ولا مالاً يفيده، ولكن لا يأتي عليكم يوم إلا وهو أقلّ علماً من اليوم الذي مضى قبله، فإذا ذهب العلماء استوى الناس، فلا يأمرون بالمعروف ولا ينهون عن المنكر، فعند ذلك يهلكون "، ومن طريق الشعبي عن مسروق عنه قال: " لا يأتي عليكم زمان إلا وهو شرّ مما كان قبله، أمَا إني لا أعني أميراً خيراً من أمير، ولا عاماً خيراً من عام، ولكن علماؤكم وفقهاؤكم يذهبون ثم لا تجدون منهم خلفاء، ويجيء قوم يُفتون برأيهم
“Kemudian aku temukan penjelasan dari Ibnu Mas’ud radliyallaahu ‘anhu atas maksud perkataan tersebut yang layak diikuti. Diriwayatkan oleh Ya’qub bin Syaibah dari jalur Al-Harits bin Hashirah dari Zaid bin Wahb, ia berkata : Aku mendengar Abdullah bin Mas’ud radliyallaahu ‘anhu berkata : “Tidak akan datang satu masa atas kalian melainkan masa yang aka datang lebih buruk daripada masa sebelumnya hingga datang hari kiamat. Maksudku bukanlah kelapangan hidup yang diterimanya atau harta yang didapatkannya. Akan tetapi maksudku adalah masa yang akandatang itu lebih sedikit ulamanya daripada masa yang telah berlalu. Apabila ulama telah pergi dan semua manusia merasa sama rata, akibatnya tidak lagi memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Saat itulah mereka binasa”.
Diriwayatkan dari jalur Asy-Sya’bi dari Masruq ia berkata : “Tidaklah datang satu masa melainkan pasti lebih buruk daripada masa sebelumnya. Maksudku bukanlah seorang amir lebih baik daripada amir lainnya, bukan pula satu tahun lebih baik daripada tahun lainnya. Namun maksudku adalah perginya ulama dan ahli fiqh, kemudian kalian tidak enemukan penggantinya. Lalu datanglah satu kaum yang berfatwa atas dasar ra’yu mereka” [selesai perkataan Ibnu Hajar] [3].
Memahami kesulitan memahami suatu nash dengan bantuan atsar merupakan penyejuk mata hati ahli atsar. Apalagi bila sejalan dengan kaidah. Pasalnya mayoritas itu gila harta dan kekuasaan. Tidakkah Anda simak firman Allah tentang ahlu syimaal (orang-orang yang menerima catatan di sebelah kiri) dan rintihan penyesalan mereka :
ما أَغْنَى عَنِّي مالِيَه. هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيَه
“Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang kekuasaan dariku”(QS. 69 : 28-29).
Jika Anda perhatikan fitnah yang menimpa harakah-harakah Islam (apalagi yang lainnya) pasti Anda dapati terfokus pada salah satu dari dua kebanggaan ini. Yaitu anggapan bahwa kebaikan umat ini atas umat lainnya sangat bergantung pada kebaikan penguasanya; atau sangat bergantung pada kemajuan ekonominya. Tidakkah Anda lihat banyak di antara mereka tidak menampik tangan-tangan jahil yang coba menjamah singgasana kekuasaan. Meski tangan jahil itu adalah demokrasi yang penuh ketamakan. Sedangkan yang lain melihat kemuliaan kaum muslimin sangat bergantung pada kemajuan peradabannya. Oleh karena itu mereka terus memperhatikan dan mengikuti perkembangannya.
Hal ini menjelaskan kepada Pembaca sekalian hikmah di balik usaha Abdullah bin Mas’ud radliyallaahu ‘anhu yang lebih memfokuskan terapi pembenahan dua hal tersebut[4] daripada yang lainnya. Demi Allah itulah fiqih pembenahan diri yang telah Allah bukakan bagi beliau. Wahai saudara kaum muslimin, kenalilah keutamaan generasi salafush-shalih ini ! Pegang teguslah tonggak mereka ! Niscaya engkau akan selamat dari syubaht-syubah di persimpangan jalan.
Walhasil, tuntutlah ilmu wahai orang-orang yang merindukan kejayaan Islam !
Diriwayatkan dari Tamim Ad-Dari radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
تطاول الناس في البناء في زمن عمر، فقال عمر: " يا معشر العريب! الأرضَ الأرضَ! إنه لا إسلام إلا بجماعة، ولاجماعة إلا بإمارة، ولا إمارة إلا بطاعة، فمن سوَّده قومه على الفقه كان حياة له ولهم، ومن سوَّده قومه على غير فقه كان هلاكاً له ولهم "
Orang-orang sibuk membangun rumah-rumah mereka pada jaman kekhalifahan ‘Umar radliyallaahu ‘anhu. Maka ‘Umar pun berkata : Wahai sekalian bangsa Arab, jagalah tanah air kalian ! Sesungguhnya tidak akan tegak Islam tanpa jama’ah, tidak akan tegak jama’ah tanpa pemerintahan, dan tidak akan tegak pemerintahan tanpa ketaatan. Barangsiapa diangkat oleh kaumnya menjadi pemimpin dengan berbekal ilmu, maka merupakan kehidupan baginya dan bagi mereka. Dan barangsiapa diangkat oleh kaumnya menjadi pemimpin tidak dengan berbekal ilmu, maka merupakan kehancuran bagi dirinya dan bagi mereka semua”.[5]
Diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah, ia berkata :
موت العالم ثُلْمة في الإسلام لا يَسُدُّها شيء ما اختلف الليل والنهار
“Kematian seorang ulama adalah sumbing dalam tubuh Islam yang tidak mungkin ditambal dengan apapun sepanjang jaman”.[6]
Diriwayatkan dari Al-Hilal bin Khabbab ia berkata : Aku bertanya kepada Sa’d bin Jubair : “Wahai Abu Abdillah, apakah tanda kehancuran manusia ?”. Beliau menjawab :
إذا هلك علماؤهم
[Dinukil dari buku مدارك النَّظر في السّياسة karya Syaikh Abdul-Malik Al-Jazairi hafidhahullah ta’ala (judul bukanlah dari isi kitab, melainkan diberikan oleh Abu Al-Jauzaa’ sesuai dengan konteks pembicaraan)].
[1] Seorang pemimpin yang sangan lalim di masa kekhalifahan Marwan.
[2] Lafadh yang terdapat dalam Shahihain adalah : خير الناس قرني ...“Sebaik-baik manusia adalah kurunku…”. Syaikh Al-Albani telah mengisyaratkan dalam ta’liq kitab At-Tankil karangan Al-Mu’allimi (2/223) bahwa lafadh yang dibawakan Al-Hafidh di atas tidak ada asalnya.
[3] Fathul-Baariy (13/21), atsar ini derajatnya shahih. Diriwayatkan juga oleh Al-Fasawi di akhir kitab Al-Ma’rifah wat-Tarikh (3/393) dan Ibnu Abdil-Barr dalam Jami’ Bayanil-‘Ilmi wa Fadhlihi (2/136) dan lainnya.
[4] Dua hal tersebut adalah : Ketamakan pada harta dan gila kekuasaan.
[5] HR. Ad-Darimi no. 241 – [Atsar ini dla’if - @Abu Al-Jauzaa’]
[6] Ibid (no. 324) dan dalam Syarhus-Sunnah karangan Al-Baghawi, diriwayatkan dari perkataan Abdullah bin Mas’ud radliyallaahu ‘anhu.
[7] Ibid (no. 251).