SOAL :
Bismillah. Afwan Ustadz, saya mau tanya. Saya akhwat bercadar (19 th) yang siap nikah. Orang tua saya sudah lanjut usia dan ingin melihat saya menikah secepatnya. Sudah banyak ikhwan yang datang ke rumah saya untuk ta’aruf, tapi gagal terus karena hati saya tidak ada kecenderungan sedikitpun dengan ikhwan-ikhwan tersebut. Sebab sejak lama saya telah mencintai seorang ikhwan yang baik agamanya. Sekarang dia di pesantren untuk belajar dan dua bulan lagi lulus. Apakah boleh saya menunggunya ?. Kami sama-sama ada perasaan. Tapi sayangnya, ikhwan tersebut belum diberi kemampuan dalam ma’isyah (nafkah). Bagaimana sebaiknya, Ustadz ?. Syukran.
JAWAB :
Wa’alaikumussalam warahmatullaahi wabarakatuh.
Ukhti.... Laki-laki yang mau menikah berbeda dengan wanita. Wanita jika mau menikah hanya berpikir bagaimana mendapatkan pria yang bermanhaj salaf dan berwajah rupawan. Tapi untuk laki-laki lebih dari itu. Dia harus bertanggung jawab menafkahi diri, istri, dan anak. Jika dia belum punya ma’isyah atau belum bekerja, maka bagaimana dia bisa menunaikan kewajiban sebagai kepala keluarga ??.
Hidup berkeluarga bukan hanya menafkahi istri satu atau dua hari saja. Namun juga bertanggung jawab atas kesehatan keluarga dan kebutuhan lainnya yang masih banyak sekali. Kecuali bila istri mau membantu mencarikan pekerjaan atau bersedia membantu suami berupa harta dengan tidak menyakiti hati suami. Bila seperti itu, maka boleh segera menikah. Tapi jika istri tidak bersedia dan dipaksa menikah, maka dikhawatirkan rumah tangga akan terganggu. Ini sering dialami oleh pasutri bahkan menjadi buah bibir mertua yang suka mulutnya ‘usil’. Karena itulah Allah ‘azza wa jalla berfirman :
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
“Dan orang-orang yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian (diri)-nya, sampai Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya” [QS. An-Nuur : 33].
Jika Anda berdua sabar menunggu dan tidak jatuh kepada hubungan yang haram, baik lewat lisan atau lainnya, insya Allah itu baik. Akan tetapi masih menyisakan satu kendala, yaitu mengganggu pikiran dan ketenangan jiwa. Karena itu, sebaiknya calon suami segera mencari pekerjaan walaupun hasilnya hanya cukup untuk berdua. Dengan hidup hemat dan semangat bekerja, insya Allah akan dikaruniai rezeki setelah menikah nanti.
Wallaahu a’lam.
[Dijawab oleh Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron hafidhahullah – dikutip sepenuhnya oleh Abul-Jauzaa’ dari majalah Al-Mawaddah, Edisi 8 tahun ke-3, Rabi’ul-Awwal-Rabi’uts-Tsani 1431 H/Maret 2010].
--------
Abul-Jauzaa’ berkata :
Begitulah, seorang laki-laki cerdas ketika hendak menikah perlu memikirkan kesiapan nafkah, bukan hanya kesiapan mental. Perlu juga berempati melihat dari sisi si wanita dan keluarganya, bukan dari sisi kebutuhan pribadi saja. Seandainya Anda mempunyai anak wanita, senangkah hati Anda melihat anak Anda kesulitan makan dan pakaian hanya karena suaminya pengangguran tak punya kerjaan ?.