Kisah Ibu-ibu Pencari Kayu Bakar

Buat para petualang yang sering mendaki Gunung Sumbing, Jawa Tengah mungkin sering menemui pemandangan seperti ini. Namun bagi saya yang baru sekali mendaki gunung itu cukup kaget dengan apa yang saya lihat. 6 ibu-ibu yang berusia sekitar 35-50an tahun menuruni bukit sambil memanggul sebongkok kayu bakar yang beratnya bisa sama dengan berat badan mereka sendiri. Mereka adalah ibu-ibu pencari kayu bakar di daerah Gunung Sumbing.


Pemandangan ini saya lihat ketika mengikuti pendakian Gunung Sumbing bersama rekan-rekan Dharmapala UTY pada tanggal 17-18 mei 2008. Sudah lama memang pendakian ini, namun saya ingin berbagi cerita mengenai wanita-wanita tangguh ini. Pernahkah anda berpikiran bagaimana beratnya beban yang mereka pikul tersebut ditambah pula menuruni bukit yang berpasir, bukan tanah yang mudah untuk dijadikan pijakan. Lihat saja sepatu bot yang mereka gunakan, menandakan mereka adalah para pekerja keras.

jangan lihat pamuda-pemuda yang narsis di depan, tapi lihatlah para ibu-ibu tangguh di belakang yang berbaris menuruni bukit dengan pikulan kayu bakarnya. Sebenarnya saya tidak pernah mewawancarai ibu-ibu ini secara formal. Bagaimana mungkin itu dilakukan lha wong kita saja sedang di gunung, bukan di kompleks perkantoran. Hehehe…

sambil lalu ketika berpapasan dengan mereka, ibu-ibu itu mengurangi kecepatan menuruni bukit agar tidak terpeleset karena karikil-kerikil gunung sumbing. Kebetulan ada seorang ibu yang berhenti sejenak. Ada seorang rekan menanyakan beberapa hal mengenai kegiatan ibu-ibu itu. Begini rangkuman percakapannya. Kayu yang dipikul itu adalah kayu-kayu yang berasal dari pohon-pohon di gunung sumbing yang telah tumbang atau mati. Mereka tidak menebang ataupun dengan sengaja mematikan pohon untuk dijadikan kayu bakar di rumah mereka. Jadi mereka bukanlah perusak alam melainkan sekelomok ibu-ibu yang memanfaatkan alam yang bisa juga menjadi siasat saat kesulitan membeli gas sekarang (kalau dulu minyak, inget sekarang sudah konversi minah ke gas).

Ibu-ibu ini berangkat dari rumah mereka di kaki Gunung Sumbing sekitar jam 4 pagi. Dan ketika kami berpapasan waktu saat itu baru menunjukkan jam 10 pagi. Sebagai gambaran saja puncak gunung ini 3371 meter dpl. posisi pertemuan kami berada tidak jauh dari pusara seorang pendaki (saya lupa namanya siapa). kalau tidak salah sekitar 2 bukit dari pusara tersebut. Ketinggian saat itu diperkirakan sekitar 2000an mdpl. Bisa anda bayangkan betapa ngebutnya mereka mendaki gunung itu? Bandingkan dengan kami yang berangkat selepas ashar hari kemarinnya, posisinya masih disitu. Sedangkan ibu-ibu tersebut mengumpulkan kayu hampir mendekati puncak gunung. kondisi malam sebelumnya hujan lebat yang mengharuskan kami bermalam di sebuah shelter, tapi mereka bisa melewatinya dengan “mudah”.

Peralatan dan bekal yang mereka bawa tidak seheboh orang kota yang lengkap segala tetek benget alat tempur mendaki gunung, mereka hanya menggunakan baju seadanya tanpa jaket maupun raincoat. Makanan dan minuman yang mereka bawa juga seadanya untuk bekal mengisi perut di perjalanan. Sepatu bot dan sebuah sleyer yang dipakai untuk mengurani dingin di kepala serta panasnya terik matahari di siang hari. Hanya itu saja yang mereka bawa.

Ketika seorang teman menanyakan jam berapa nanti sampai di rumah, seorang ibu menjawab sekitar jam 1 siang (menggunakan bahasa jawa). Wuih…ngebut sekali mereka. Sungguh hebat. Menuruni bukit yang cukup curam mereka jalani hanya untuk kayu bakar di rumah. Apa mereka tidak capek ya? Hmm… aku rasa karena mereka sudah terbiasa melakukan ini, jadi kemungkinan capek ada tapi tidak seperti orang-orang yang jarang mendaki gunung. Bisa jadi sesampainya mereka di rumah, keesokan paginya mereka sudah naik kembali untuk mencari kayu bakar jika persedian kayu mereka sudah menipis di rumah. Wew…

Berikut ini beberapa foto yang saya ambil ketika berpapasan dengan mereka. Bukan foto gaya karena kami tahu mereka pasti capek dan sepertinya tidak manusiawi untuk meminta mereka bergaya dengan kami sambil memanggul seonggok kayu bakar dipunggung. Cekidot…

Salut kepada ibu-ibu ini. Mereka adala pendaki gunung sejati. Mencari kayu bakar naik dan turun gunung dengan bekal sedanya. Tidak merusak alam dengan apa yang mereka lakukan. Semoga para pendaki lain masih menemukan pemandangan ini ketika suatu saat mendaki Gunung Sumbing dan melihat secara langsung keperkasaan ibu-ibu ini.


NENEK TUA JADI TERSANGKA KUMPULKAN KAYU BAKAR SAAT SUAMI SAKIT KERAS


Jajaran petugas Reserse dan Kriminal Kepolisian Resor (Polres) Blitar, Jawa Timur, menangkap seorang nenek karena menyimpan kayu jati yang diduga diambil dari kawasan hutan selatan. Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Blitar AKP Edy Herwiyanto, Rabu (1/6/2011), mengatakan, penangkapan nenek itu dilakukan setelah di rumahnya ditemukan banyak kayu jati gelondongan.

Hukum hanya ditegakan pada orang orang lemah yang tak berdaya
“Ada sekitar 18 kayu gelondongan ukuran sekitar 1,5 meter di rumahnya. Saat ini, kami masih lakukan pemeriksaan,” katanya di Blitar. Ia mengatakan, nenek itu bernama Sut (65), warga Dusun Sumberglagah, Desa Ngeni, Kecamatan Wonotirto, Kabupaten Blitar. Ia diketahui mengambil kayu jati di kawasan hutan selatan.

Edy juga menyebutkan, saat ini Sut diperiksa intensif dan sudah ditetapkan sebagai tersangka dengan alasan ditemukan kayu dilindungi di rumahnya. Modus pengambilan kayu itu, kata Edy, nenek itu mengambil kayu di hutan dan memotongnya sendiri. Panjangnya antara 1-1,5 meter. Kayu-kayu yang kebanyakan jati itu diambil dari sisa penebangan hutan ilegal yang hingga kini masih marak terjadi di kawasan hutan selatan.

“Ia membawa kayu jati itu sendirian ke rumah. Kalau keterangan sementara, untuk keperluan sendiri bukan untuk dijual,” ujarnya. Sementara itu, nenek Sut mengaku tidak ada rencana untuk menjual kayu-kayu yang ia ambil dari hutan itu. Kayu itu rencananya hanya digunakan untuk sendiri, untuk kayu bakar. “Untuk kayu bakar, bukan untuk yang lain,” kata nenek yang tinggal hanya dengan suaminya itu.
Banyak koruptor besar yang tak tersentuh oleh kekuatan hukum karena punya kemampuan finansial membeli aparat hukum
Polisi sebenarnya juga merasa kasihan dengan nenek itu. Selain sudah tua, suami nenek itu juga sedang sakit darah tinggi. Sementara, ia hanya tinggal berdua dengan istrinya. Polisi berencana menjerat nenek itu dengan hukuman pidana, karena telah melanggar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan. Walaupun saat ini status nenek itu sudah tersangka, polisi tidak menahan nenek tersebut.

sumber :
http://www.facebook.com/photo.php?fbid=143101499101549&set=a.142128692532163.35669.100002050985860&type=3&theater

wdcfawqafwef