Asy-Syaikh Shaalih Al-Fauzaan hafidhahullah pernah ditanya :
“Ada orang yang berkata bahwa iman adalah perkataan, keyakinan, dan amal, akan tetapi amal termasuk syarat kesempurnaan iman (syarth li-kamaalil-iimaan). Ia berkata juga : ‘Tidak ada kekufuran kecuali dengan keyakinan’. Apakah perkataan ini termasuk perkataan Ahlus-Sunnah wal-Jamaa’ah ?”.
“Yang mengatakan ini tidak memahami masalah iman dan tidak pula memahami masalah ‘aqidah. Wajib baginya untuk belajar ‘aqidah kepada para ulama dan mengambilnya dari sumber-sumber yang shahih (benar), sehingga ia akan mengetahui jawaban dari pertanyaan ini.
Dan perkataannya : ‘iman itu adalah perkataan, perbuatan, dan keyakinan’, namun kemudian ia berkata : 'Sesungguhnya amal adalah syarat dalam kesempurnaan iman dan keshahihannya’. Ini adalah perkataan yang kontradiktif. Bagaimana bisa amal termasuk bagian dari iman kemudian ia mengatakan : 'Amal adalah syarat’ ?. Dan telah diketahui bahwa yang namanya syarat itu di luar yang dipersyaratkan. Ini adalah kontradiksi darinya.
Perkataan ini ingin mengumpulkan antara perkataan salaf dan perkataan orang-orang belakang (muta’akhkhiriin), dan ia tidak memahami kontradiksinya. Hal itu dikarenakan ia tidak mengetahui perkataan salaf dan sekaligus tidak mengetahui hakekat perkataan orang-orang belakangan, lalu ia ingin menggabungkan antara keduanya.
Iman itu adalah perkataan, perbuatan, dan keyakinan. Amal termasuk bagian dari iman, dan ia (amal) adalah iman itu sendiri. Amal bukan sebagai syarat dari syarat-syarat keshahihan iman atau syarat kesempurnaan iman atau perkataan lainnya yang banyak menyebar dewasa ini. Iman itu adalah perkataan dengan lisan, keyakinan dengan hati, dan amal dengan anggota badan. Bisa bertambah (dengan ketaatan) dan berkurang dengan kemaksiatan” [Al-Ijaabatul-Muhimmah fii Masyaakilil-Mulimmah, hal 74. Lihat : http://islamqa.info/ar/ref/131415].
Asy-Syaikh ‘Abdul-‘Aziiz Ar-Raajihiy hafidhahullah (salah satu murid senior Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah) pernah ditanya :
“Sebagian kalangan kontemporer ada yang mengeluarkan beberapa statement baru dalam masalah iman. Ia berkata : ‘Sesungguhnya amal adalah syarat kesempurnaan iman, dan bukan merupakan syarat keshahihan’. Apakah hal itu benar ?”.
Beliau hafidhahullah menjawab :
“Aku tidak mengetahui asal perkataan ini, karena jumhur Ahlus-Sunnah mengatakan iman adalah perkataan dengan lisan, pembenaran dengan hati, serta pengamalan dengan hati dan dengan anggota badan. Iman adalah amal dan niat, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.
Amal itu adalah bagian dari iman. Oleh karena itu, iman itu ada dengan beberapa hal tersebut, yaitu dengan pembenaran hati, perkataan lisan, serta amalan anggota badan dan amalan hati. Semua hal ini termasuk bagian-bagian iman. Sudah seharusnya bagi seseorang yang mengikrarkan (imannya) dengan lisan untuk membenarkannya dengan hati, serta mengamalkannya dengan hati dan anggota tubuhnya.
Murji’ah mengatakan : Amal-amal bukan termasuk iman, akan tetapi ia adalah petunjuk adanya iman, bukti adanya iman, atau buah keimanan. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa amal adalah syarat kesempurnaan atau syarat keshahihan, maka aku tidak mengetahuinya asalnya dari perkataan Murji’ah maupun perkataan jumhur Ahlus-Sunnah. Amal itu bukan syarat kesempurnaan atau syarat keshahihan iman, akan tetapi amal hanyalah merupakan bagian dari iman.
Dan pendapat yang mengatakan amal merupakan syarat kesempurnaan atau keshahihan iman tidaklah berkesesuaian dengan madzhab Murji’ah maupun madzhab jumhur Ahlus-Sunnah. Bahkan kadang boleh dikatakan pendapat itu berkesesuaian dengan madzhab Murji’ah dari sisi mereka mengeluarkan amal-amal dari penamaan iman dalam perkataan. Maka itu lebih dekat pada madzhab Murji’ah.
Orang yang mengatakan : ‘sesungguhnya amal adalah syarat kesempurnaan atau syarat keshahihan iman’, maka kami katakan kepadanya : ‘ini adalah madzhab Murji’ah yang telah mengeluarkan amal-amal dari nama iman. Baik engkau mengatakan amal masuk dalam nama iman atau bagian dari iman; atau engkau mengatakan amal itu bukan termasuk dari iman. Jika engkau berkata : ‘Amal bukan termasuk bagian dari iman’ – maka engkau termasuk orang Murji’ah, sama saja apakah engkau mengatakan iman itu adalah syarat kesempurnaan iman, syarat keshahihan iman, petunjuk adanya iman, bukti adanya iman, atau buah keimanan. Semua orang yang mengeluarkan amalan dari iman, termasuk Murji’ah. Akan tetapi aku tidak mengetahui Murji’ah menjadikan amal-amal sebagai kesempurnaan bagi iman” [Syarh Kitaabul-Iimaan li-Abi ‘Ubaid bin As-Sallaam, juz 4 - http://albaidha.net/vb/showthread.php?t=29560].
Asy-Syaikh Rabii’ bin Hadiy Al-Madkhaliy hafidhahullah termasuk ulama yang mengingkari dengan keras peristilahan syarth al-kamaal maupun syarth ash-shihhah bagi iman, sebagaimana salah satu perkataannya :
“Dan aku adalah orang yang pertama kali memerangi perkataan bahwasannya amal adalah syarth kamaal fil-imaan atau syarth shihhah fil-iimaan. Dan aku telah berulangkali mengingkarinya semenjak bertahun-tahun lalu hingga hari ini" [Kasyfu Akaadziib wa Tahriifaat wa Khiyaanaat Fauziy Al-Bahraniy, hal. 93 – dinukil melalui perantaraan Ittihaafu Ahlish-Shidq wal-Irfaan, hal. 129].
Ini saja yang dapat dituliskan, semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – perum ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 01012013 – 19:30].