Ibnu Jarir ath-Thobari, dalam buku tarikhnya menceritakan sebuah fenomena sosial yang cukup unik. Ulama’ yang menulis kitab tafsir klasik pertama kali ini mencoba memotret perjalanan pemerintahan tiga khalifah (Walid bin Abdul Malik, Sulaiman bin Abdul Malik dan Umar bin Abdul Aziz) dari sudut pandang yang menarik sekali. Beliau menganalisa sebuah sisi yang mungkin kebanyakan orang tidak memperhatikannya.
Ulama’ yang menghabiskan usianya untuk ilmu dan tidak menikah ini melihat tentang apa selera pembicaraan masyarakat di tiga masa khalifah-khalifah diatas? Samakah? Atau beda?
Beliau mengatakan, "Walid adalah pemimpin yang terkenal dengan pembangunan-pembangunannya. Karena itulah masyarakat pada saat itu, jika mereka saling bertemu, maka mereka akan saling menanyakan tentang rumah dan bangunan masing-masing. Kemudian tampillah Sulaiman. Ia adalah pemimpin yang terkenal dengan menikah dan makan. Karena itulah masyarakat pada saat itu, jika mereka saling bertemu, maka mereka akan saling menanyakan tentang istri dan budak-budak yang dimiliki oleh masing-masing. Ketika Umar bin Abdul Aziz memimpin, berubahlah semuanya. Masyarakat pada saat itu, ketika mereka saling bertemu, maka mereka akan saling bertanya tentang, bagaimana kamu melewati malam-malammu? Berapa banyak ayat al-Qur'an yang sudah kamu hafal? Kapan kamu selesai menghafal semuanya?Kapan kamu biasa mengkhatamkan al-Qur'an? Puasa sunnah apa saja yang telah kamu kerjakan di bulan ini?"
Sungguh menarik. Selera rakyat selera pemimpin. Dan selera pemimpin selera rakyat.
Umar bin Abdul Aziz. Pertama kali mendengar namanya, kita langsung terbayang kata adil, zuhud, waro’, berilmu. Tak salah lagi, memang khalifah agung sekaligus ulama’ besar ini sangat konsen dalam mengembalikan tatanan politik dan sosial sebagaimana yang diajarkan al-Qur’an dan as-Sunnah.
Walhasil, Keajaiban sosial pun terjadi. Revolusi yang diusung Khalifah Umar bin Abdul Aziz ternyata mampu mewarnai selera, karakter, kepribadian, kebiasaan dan hobi masyarakat dalam tempo waktu yang sangat singkat. Dua puluh sembilan bulan saja.
Memang, mengubah selera pembicaraan masyarakat itu tidak mudah, apalagi itu sudah menjadi kebiasaan mereka. Namun dengan semangat keimanan yang tinggi kepada Allah kemudian dengan memberikan keteladanan, khalifah yang namanya sangat harum dan dikagumi kawan maupun lawan ini mampu melakukannya. Semula masyarakat gemar berbicara tentang kemegahan dunia. Namun setelah Umar bin Abdul Aziz memimpin, tema pembicaraan mereka berubah. Masalah-masalah agama, ibadah dan kampung akhirat. Tentu ini adalah revolusi sosial yang menakjubkan.
Sekarang, renungan buat kita nih!
Apa ya, selera pembicaraan mayoritas masyarakat kita hari ini? Ilmu? Iman? Pekerjaan? Harta? Poligami? Perzinahan? Hubungan asmara tanpa status? Gaya hidup? Atau apa?
Kalau berita dan infotaiment cukup untuk menginterpretasikan selera sosial, maka nggak ada salahnya kita mencoba ‘melek’ melihat arus berita, tema apa yang selama ini hangat diperbincangkan.
Bukannya mau menduga-duga selera elit politik di negeri ini. Tapi analisa Ibnu Jarir ath-Thobari kok benar ya. Selera pemimpin ‘menular’ pada rakyatnya.
Wallohu a’lam bishshowab…