JIKA selama ini kafe di Mesir identik dengan sebuah tempat nongkrong ala barat dan semakin populer di Mesir selama satu dekade terakhir. Namun sudah ada nuansa baru kafe setelah era kubu Islamis berkuasa di Mesir saat ini.
Sewaktu kafe D.Cappucino dibuka pada bulan Mei lalu, kafe ini hanya menarik sedikit perhatian di luar kawasan kelas menengah atas Kairo di lingkungan Nasser.
Tapi ketika krisis politik di Mesir membuat warga terpolarisasi antara kubu liberal dan Islamis, tiba-tiba perhatian nasional menjadi fokus pada kafe tersebut, yang dianggap melayani pelanggan dengan nilai-nilai ‘konservatif’.
Tentu ada perbedaan utama kafe D.Cappucino dengan kafe-kafe yang ada di Mesir pada umumnya – di sini pelanggan didorong untuk menyesuaikan diri dengan gendernya masing-masing, dengan satu bagian terpisah khusus untuk keluarga.
Pelanggan yang masuk kafe mencari syisa, akan kecewa karena barang tersebut dilarang di kafe ini, tentunya termasuk merokok.
kaf2Jika sebagian besar kafe di Mesir memiliki TV flatscreen yang menampilkan siaran olahraga yang berbunyi keras atau video musik terbaru Arab, tidak ada musik di D. Cappucino. Hanya dengung percakapan dan sesekali denting ketikan yang terdengar.
Namun sementara orang melihat kafe ini sesuai dengan nilai-nilai Islam tetapi beberapa pihak menjadikan hal ini sebagai langkah kontroversi akan berkembangnya syariat Islam di Mesir.
Sebuah artikel baru-baru ini di surat kabar liberal Al-Watan menerbitkan sebuah artikel tentang kefe D.Cappucino, dengan menyatakan bahwa kafe itu sebagai salah satu upaya pemerintah Mesir yang dipimpin Islamis dan pendukung mereka untuk mengubah identitas tradisional Mesir yang permisif menjadi Islam. Langkah demi langkah, kaum liberal khawatir, Islamis menggunakan kekuasaannya untuk mengimplementasikan visi mereka ke masyarakat Mesir.
Pemilik kafe D.Cappucion sendiri menyangkal klaim bahwa mereka terhubung dengan cara apapun ke gerakan Ikhwanul Muslimin, dan mengatakan bahwa pemisahan gender yang mereka tawarkan di kafe bukanlah sesuatu yang asing untuk warga Mesir karena kereta di Mesir juga menerapkan hal serupa dengan memisahkan laki-laki dan perempuan, seperti yang ditawarkan pada layanan metro Kairo.
Namun bagi Jihad Amin, seorang jurnalis, mengatakan bahwa label D. Cappucino sebagai kafe ‘Islami’ sesuatu yang tidak adil, dan menurutnya kafe yang tidak bercampur baur tersebut menunjukkan kurangnya toleransi.(islampos)