Artikel ini adalah kelanjutan dari artikel sebelumnya yang berjudul Al-Qaadliy Abu Bakr Al-Baaqilaaniy : Allah Beradadi Atas ‘Arsy. Al-Baaqilaaniy adalah salah seorang pembesar ulama dan pembela ‘aqidah Asyaa’irah sebelum akhirnya kembali kepada ‘aqidah salaf. Apa dan bagaimana penjelasan beliau rahimahullah, maka simaklah perkataan beliau yang tertulis dalam kitab Al-Ibaanah ‘an Ibthaali Ahlil-Kufr wadl-Dlalaalah[1]karangannya sebagai berikut :
فإن قيل فما الدليل على أن لله وجها قيل قوله وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ وقوله مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ فأثبت لنفسه وجها ويدا
فإن قيل فما أنكرتم أن يكون وجهه ويده جارحة إذ كنتم لا تعقلون وجها ويدا إلا جارحة قلنا لا يجب هذا كما لا يجب في كل شيء كان قديما بذاته أن يكون جوهرا لأنا وإياكم لم نجد قديما بنفسه في شاهدنا إلا كذلك
وكذلك الجواب لهم إن قالوا فيجب أن يكون علمه وحياته وكلامه وسمعه وبصره وسائر صفات ذاته عرضا واعتلوا بالوجود
فإن قيل فهل تقولون إنه في كل مكان قيل معاذ الله بل هو مستو على عرشه كما أخبر في كتابه فقال الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى وقال إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وقال أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِء قال ولو كان في كل مكان لكان في بطن الإنسان وفمه وفي الحشوش ولوجب أن يزيد بزيادة الأمكنة إذا خلق منها ما لم يكن ويصح أن يرغب إليه إلى نحو الأرض وإلى خلفنا ويميننا وشمالنا وهذا قد أجمع المسلمون على خلافه وتخطئة قائله إلى أن قال وصفات ذاته التي لم يزل ولا يزال موصوفا بها الحياة والعلم والقدرة والسمع والبصر والكلام والإرادة والوجه واليدان والعينان والغضب والرضا
“Lalu jika dikatakan : “Apa dalil bahwa Allah mempunyai wajah ?”. (Jawabnya) dikatakan : Dalilnya adalah firman-Nya ta’ala : ‘Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu’ (QS. Ar-Rahmaan : 27). Dan firman-Nya : ‘apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku’ (QS. Shaad : 75). Dalam dua ayat ini, Allah menetapkan bagi dirinya (memiliki) sifat wajah dan tangan.
Dan jika dikatakan : ‘Apa yang menyebabkan kalian mengingkari wajah dan tangan-Nya merupakan anggota badan, padahal kalian tidak akan memikirkan tentang wajah dan tangan kecuali keduanya merupakan anggota badan ?’. Maka kami katakan : Tidak mesti seperti itu sebagaimana tidak mesti pula hal itu berlaku pada segala sesuatu yang qadiim (terdahulu) dengan dzatnya merupakan jauhar (bagian dari dzat). Hal itu dikarenakan baik kami dan kalian tidaklah mendapatkan sesuatu yang qadiim dengan sendirinya kecuali demikian. Demikian juga jawaban bagi mereka seandainya mereka berkata bahwa sifat ilmu, hidup, kalaam (perkataan), pendengaran, penglihatan, dan seluruh sifat-sifat dzatiyyah mewajibkan ‘aradl (jasad) (sehingga mesti ditolak); maka (penolakan itu justru) meragukan wujud (Allah).[2]
Apabila dikatakan : ‘Apakah kalian mengatakan bahwa Allah berada di setiap tempat ?’. Maka dijawab : Aku berlindung kepada kepada Allah (dari perkataan tersebut). Bahkan Allah beristiwaa’ di atas ‘Arsy-Nya sebagaimana dikhabarkan dalam Kitab-Nya : ‘Allah Yang Maha Pengasih Beristiwaa’ di atas ‘Arasy-Nya’ (QS. Thaha : 5). ‘Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang baik’ (QS. Faathir : 10). ‘Apakah kalian merasa aman dengan Allah yang ada di (atas) langit’ (QS. Al-Mulk : 16). Seandainya Allah berada di setiap tempat, niscaya Ia akan ada di perut dan mulut setiap manusia serta di rerumputan. Dan Allah akan bertambah dengan bertambahnya tempat apabila Ia menciptakan sesuatu yang belum ada. Dan dapat dibenarkan kita berdoa kepada-Nya menghadap bumi, ke belakang, sebelah kanan, dan kiri kita. Kaum muslimin telah bersepakat untuk menyelisihinya dan menyalahkan orang yang mengatakannya, hingga ia berkata : ‘Sifat-sifat Dzat-Nya yang senantiasa ada dan senantiasa disifati dengannya adalah sifat hidup, ilmu, qudrah, pendengaran, penglihatan, perkataan, kehendak, wajah, dua tangan, dua mata, marah, dan ridlaa…” [selesai – dikutip Adz-Dzahabiy dalam kitab Al-‘Ulluw, hal. 173-174].
[abul-jauzaa’ – perum ciper – 10012012 – 01:18].
[1] Kitab ini termasuk di antara karangan Al-Baaqilaaniy rahimahullah yang masyhur. Beberapa ulama yang menyebutkan kitab tersebut menyandarkannya kepada Al-Baaqilaaniy, di antaranya : Al-Qaadliy ‘Iyaadl dalam Tartiibul-Madaarik 2/601, Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah dalam Dar’u Ta’aarudl Al-‘Aql wan-Naql 3/382 & 206 dan dalam Naqdlut-Ta’siis2/34, Ibnul-Qayyim dalam Ijtimaa’ul-Juyuusy Al-Islaamiyyah hal. 303, Ibnu Katsiir dalam Al-Bidaayah wan-Nihaayah 11/350, dan Adz-Dzahabiy dalam Al-‘Ulluw hal. 173-174.
Oleh karena itu, penetapan sifat-sifat Allah semestinya tidak mesti dikonsekuensikan sebagai penetapan jasad atau tubuh bagi Allah.