Anggota Komisi VIII DPR RI Nasir Djamil meminta Pemerintah Aceh dapat memanfaatkan momentum bangkitnya kepedulian berbagai elemen masyarakat untuk menerapkan syariat Islam secara menyeluruh (kaffah) di Aceh.
“Tahun 2013 ini menurut saya menjadi momentum bagi Pemerintahan Aceh mengevaluasi qanun-qanun yang terkait dengan pelaksanaan syariat Islam di Aceh,” kata Nasir Djamil usai pengajian Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI), di Rumoh Aceh Kopi Luwak, Jeulingke, Banda Aceh, Rabu (20/02/2013) malam.
Pengajian KWPSI diisi oleh Guru Besar IAIN Ar-Raniry, Profesor Dr Al Yasa’ Abubakar. Ketua PW Muhammadiyah Aceh ini mengurai panjang lebar tentang perintah membayar zakat, manfaat, serta kondisi pengelolaan zakat terkini di Aceh.
Selain diikuti unsur wartawan dan santri, pengajian juga dihadiri oleh Kepala Biro Humas Setda Aceh, Nurdin F Joes, kalangan dosen IAIN, kolektor naskah kuno Aceh Tarmizi A Hamid, pengacara, pengusaha, serta kalangan mahasiswa.
Anggota Komisi VIII (membidangi agama, sosial, dan pemberdayaan perempuan) DPR RI, Nasir Djamil mengatakan, evaluasi terhadap qanun-qanun yang terkait dengan pelaksanaan Islam di Aceh, seperti Qanun Maisir (judi), Qanun Khalwat (perbuatan mesum atau zina), dan Qanun Khamar (minuman keras), diperlukan agar dapat mengetahui serta memperbaiki titik-titik kelemahannya.
“Harus kita akui masih banyak kelemahan di ketiga qanun tersebut, karena saat disusun dulu memang agak terburu-buru. Saya tahu ini karena saya terlibat dalam menyusun qanun-qanun ini,” ujar mantan anggota DPR Aceh periode 1999-2004 ini.
Politisi Partai Keadian Sejahtera (PKS) ini menyebutkan, di antara kelemahan qanun-qanun ini adalah mengenai kewenangan penyidikan. Sampai saat ini polisi dan jaksa mengalami kendala dalam mengeksekusi dan menahan pelanggar Qanun Maisir (judi).
“Jadi harus ada revisi yang menyeluruh agar pelaksanaan syariat Islam di Aceh tetap mengedepankan prinsip kemaslahatan dan persamaan di depan hukum,” ujarnya, diberitakan laman Serambi Indonesia.
Untuk proses evaluasi dan revisi qanun ini, kata Nasir, Gubernur Aceh perlu membentuk satu tim yang di dalamnya melibatkan juga unsur wilayatul hisbah, kejaksaan, dan kepolisian agar ketiga lembaga penegak hukum itu bisa singkron dalam menjalankan dan menerapkan hukum bagi para pelanggar syariat di Aceh.
“Setelah dievaluasi dan direvisi, saya mengusulkan agar qanun-qanun pelaksanaan syariah Islam dijadikan satu qanun bernama qanun Dinul Islam. Di dalamnya nanti ada bab jinayah, khalwat, maisir, minuman keras dan hal hal lain yang mengatur tentang pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Jadi tidak ‘berserakan’ seperti sekarang,” kata Nasir Djamil. (Hidayatullah)
Kamis, 21 Februari 2013
BERITA