Permasalahan ini telah dibahas oleh beberapa fuqahaa’ kita. Terdapat perbedaan pendapat di antara mereka, yaitu :
1. Dikuburkan di pekuburan orang-orang kafir.
Al-Qaraafiy rahimahullah berkata :
فإن كانت الأم نصرانية حاملا بجنين مسلم قال مالك تدفن في مقابر النصارى لأنه لا حرمة للجنين قبل وضعه
“Apabila seorang ibu beragama Nashrani meninggal dalam keadaan hamil dengan janin dari seorang muslim, Maalik (bin Anas) berkata : Dikuburkan di pekuburan orang-orang Nashrani, karena tidak ada kehormatan bagi janin sebelum dilahirkan” [Adz-Dzakiirah, hal. 479].
عَنْ مَعْمَرٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ " إِذَا حَمَلَتِ الْمَرْأَةُ النَّصْرَانِيَّةُ مِنَ الْمُسْلِمِ، فَمَاتَتْ حَامِلا، دُفِنَتْ مَعَ أَهْلِ دِينِهَا "
Dari Ma’mar, dari Az-Zuhriy, ia berkata : “Apabila seorang wanita Nashrani hamil dari suaminya yang muslim, lalu ia meninggal dalam keadaan hamil, maka ia dikubur bersama dengan orang-orang yang seagama dengannya” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq 3/528 no. 6583; sanadnya shahih].
أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ، عَنْ عَطَاءٍ، قَالَ: " يَلِيهَا أَهْلُ دِينِهَا، وَتُدْفَنُ مَعَهُمْ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Juraij, dari ‘Athaa’, ia berkata : “Orang-orang yang seagama dengannya mengikutinya, dan ia dikuburkan bersama mereka” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq 3/528 no. 6584; sanadnya shahih].
Dihikayatkan bahwa Asy-Syaafi’iy memegang pendapat ini [Al-Majmuu’, 5/285].
2. Dikuburkan di pekuburan orang-orang muslim.
Pendapat ini dipegang oleh sebagian Syaafi’iyyah [Al-Majmuu’, 5/285].
3. Dikuburkan di antara pekuburan orang-orang muslim dan pekuburan orang-orang kafir.
Ibnu Qudaamah rahimahullahyang berkata :
مَسْأَلَةٌ ؛ قَالَ : ( وَإِنْ مَاتَتْ نَصْرَانِيَّةٌ ، وَهِيَ حَامِلَةٌ مِنْ مُسْلِمٍ ، دُفِنَتْ بَيْنَ مَقْبَرَةِ الْمُسْلِمِينَ وَمَقْبَرَةِ النَّصَارَى ) اخْتَارَ هَذَا أَحْمَدُ ؛ لِأَنَّهَا كَافِرَةٌ ، لَا تُدْفَنُ فِي مَقْبَرَةِ الْمُسْلِمِينَ ، فَيَتَأَذَّوْا بِعَذَابِهَا ، وَلَا فِي مَقْبَرَةِ الْكُفَّارِ ؛ لِأَنَّ وَلَدَهَا مُسْلِمٌ فَيَتَأَذَّى بِعَذَابِهِمْ ، وَتُدْفَنُ مُنْفَرِدَةً .
مَعَ أَنَّهُ رُوِيَ عَنْ وَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ مِثْلُ هَذَا الْقَوْلِ ، وَرُوِيَ عَنْ عُمَرَ أَنَّهَا تُدْفَنُ فِي مَقَابِرِ الْمُسْلِمِينَ .
قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ : لَا يَثْبُتُ ذَلِكَ .
قَالَ أَصْحَابُنَا : وَيُجْعَلُ ظَهْرُهَا إلَى الْقِبْلَةِ عَلَى جَانِبِهَا الْأَيْسَرِ ، لِيَكُونَ وَجْهُ الْجَنِينِ إلَى الْقِبْلَةِ عَلَى جَانِبِهِ الْأَيْمَنِ ، لِأَنَّ وَجْهَ الْجَنِينِ إلَى ظَهْرِهَا
مَعَ أَنَّهُ رُوِيَ عَنْ وَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ مِثْلُ هَذَا الْقَوْلِ ، وَرُوِيَ عَنْ عُمَرَ أَنَّهَا تُدْفَنُ فِي مَقَابِرِ الْمُسْلِمِينَ .
قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ : لَا يَثْبُتُ ذَلِكَ .
قَالَ أَصْحَابُنَا : وَيُجْعَلُ ظَهْرُهَا إلَى الْقِبْلَةِ عَلَى جَانِبِهَا الْأَيْسَرِ ، لِيَكُونَ وَجْهُ الْجَنِينِ إلَى الْقِبْلَةِ عَلَى جَانِبِهِ الْأَيْمَنِ ، لِأَنَّ وَجْهَ الْجَنِينِ إلَى ظَهْرِهَا
“Permasalahan : (Seandainya seorang wanita Nashrani meninggal dalam keadaan hamil dari pernikahan suami yang muslim, dikuburkan antara pekuburan orang-orang muslim dan pekuburan orang-orang Nashrani). Pendapat itu dipilih oleh Ahmad, karena wanita tersebut berstatus kafir sehingga tidak boleh dikuburkan di pekuburan orang-orang muslim karena mereka akan terganggu dengan adzab yang ditimpakan kepadanya (wanita). Namun wanita tersebut juga tidak boleh dikubur di pekuburan orang-orang kafir, karena anaknya berstatus muslim yang akan terganggu dengan adzab yang ditimpakan kepada mereka (orang-orang kafir). Oleh karena itu, ia (si wanita) dikuburkan secara terpisah.
Diriwayatkan dari Waatsilah bin Al-Asqa’ semisal pendapat ini[1]. Dan diriwayatkan pula dari Ibnu ‘Umar bahwasannya wanita tersebut dikuburkan di pekuburan orang-orang muslim[2]. Ibnul-Mundzir berkata : ‘Khabar itu tidak shahih’.
Shahabat-shahabat kami berkata : (Ketika menguburkan), punggung si wanita diletakkan menghadap kiblat di atas lambung sebelah kiri[3], sehingga wajah janin menghadap ke kiblat di atas lambung sebelah kanan. Hal itu dikarenakan wajah janin (saat di dalam perut) menghadap ke punggung ibunya” [Al-Mughniy, 5/72].
An-Nawawiy rahimahullah berkata :
اتفق اصحابنا رحمهم الله علي انه لا يدفن مسلم في مقبرة كفار ولا كافر في مقبرة مسلمين ولو ماتت ذمية حامل بمسلم ومات جنينها في جوفها ففيه اوجه , الصحيح انها تدفن بين مقابر المسلمين والكفار ويكون ظهرها إلي القبلة لان وجه الجنين إلى ظهر أمه
“Shahabat-shahabat kami rahimahumullah telah bersepakat bahwa seorang muslim tidak boleh dikuburkan di pekuburan orang-orang kafir, begitu juga orang kafir tidak boleh dikuburkan di pekuburan orang-orang muslim. Dan seandainya ada wanita dzimmiy yang meninggal dalam keadaan hamil dari suami muslim dan janinnya ikut meninggal di dalam perutnya, maka ada beberapa pendapat. Yang benar, wanita itu dikuburkan antara pekuburan orang-orang muslim dan pekuburan orang-orang kafir, dengan meletakkan punggungnya menghadap kiblat karena wajah janin menghadap punggung ibunya” [Al-Majmuu’, 5/285].
Ibnu Hazm rahimahullah berkata :
ومن تزوج كافرة فحملت منه وهو مسلم وماتت حاملا -: فان كانت قبل أربعة أشهر ولم ينفخ فيه الروح بعد دفنت مع أهل دينها، وان كان بعد أربعة اشهر والروح قد نفخ فيه دفنت في طرف مقبرة المسلمين، لأن عمل أهل الاسلام من عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم ان لا يدفن مسلم مع مشرك *
......
فصح بهذا تفريق قبور المسلمين عن قبور المشركين * والحمل ما لم ينفخ فيه الروح فانما هو بعض جسم أمه، ومن حشوة بطنها، وهى مدفونة مع المشركين، فإذا نفخ فيه الروح فهو خلق، آخر، كما قال تعالى: (فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ) فهو حينئذ إنسان حي غير أمه، بل قد يكون ذكرا وهى أنثى، وهو ابن مسلم فله حكم الاسلام، فلا يجوز أن يدفن في مقابر المشركين، وهى كافرة، فلا تدفن في مقابر المسلمين، فوجب أن تدفن بناحية لاجل ذلك
“Dan seorang muslim yang menikahi wanita kafir (Ahli-Kitab), lalu wanita itu hamil dan kemudian meninggal dalam keadaan hamil, seandainya usia janin kandungannya belum mencapai 4 bulan dan belum ditiupkan ruh, maka wanita itu dikuburkan bersama orang-orang yang seagama dengannya (yaitu di pekuburan orang-orang kafir). Namun seandainya usia janin kandungannya lebih dari empat bulan dan telah ditiupkan ruh, maka wanita itu dikuburkan di pinggir pekuburan kaum muslimin. Hal itu dikarenakan amalan kaum muslimin di jaman Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak dikuburkannya seorang muslim bersama orang musyrik……. Dengan hal ini jelaslah adanya pemisahan kubur orang-orang muslim dari kubur dengan orang-orang musyrik. Kandungan apabila belum ditiupkan ruh, maka ia hanyalah bagian dari jasad ibunya, yang dikuburkan bersama orang-orang musyrik. Namun apabila telah ditiupkan padanya ruh, statusnya adalah makhluk tersendiri, sebagaimana firman Allah ta’ala: ‘Tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain’ (QS. Al-Mukminuun : 14). Pada waktu itu si janin berstatus manusia hidup tersendiri selain dari ibunya. Bahkan kadangkala janin itu berkelamin laki-laki sementara ibunya wanita. Ia adalah anak seorang muslim yang berlaku padanya hukum Islam. Oleh karena itu, ia tidak boleh dikubur di pekuburan orang-orang musyrik, sedangkan si ibu berstatus kafir yang tidak boleh dikubur di pekuburan orang-orang muslim. Maka, wajib menguburnya di pinggir pekuburan orang-orang muslim dengan sebab itu” [Al-Muhallaa, 5/143].
Pendapat inilah yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiyyah rahimahullah [Majmuu’ Al-Fataawaa, 24/295].
Pendapat yang raajih adalah pendapat ketiga yang melihat baik dari sisi ibu (yang berstatus kafir) maupun anak (yang berstatus muslim) dengan perincian sebagaimana disebutkan Ibnu Hazm rahimahullah. Pertimbangan tidak dikuburnya si ibu di pekuburan orang-orang kafir adalah karena faktor kemusliman si anak yang ada dalam perutnya, dan kemuslimannya dianggap apabila ia telah ditiupkan ruh.
Wallaahu a’lam.
Semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 23022013/14041434 – 23:36].