Semua orang tentu pernah merasa takjub akan sesuatu yang mengagumkan, mempesona atau agung. Mungkin pemandangan indah matahari tenggelam di pantai, mungkin besar dan panjangnya sebuah ngarai dengan hijau lembah dan biru sungainya, atau mungkin pemandangan tak biasa kota atau daratan dari angkasa. Decak kagum atau bersitan ketakjuban biasa menyertai pengalaman semacam itu.
Peneliti bidang psikologi, Melanie Rudd dan Jennifer Aaker dari Stanford University Graduate School of Business serta Kathleen Vohs dari University of Minnesota Carlson School of Management, merancang sebuah cara untuk mengukur ketakjuban ini dan melihat pengaruhnya terhadap perilaku di laboratorium. Hasilnya pun sungguh menakjubkan: dari tiga jenis eksperimen, rasa takjub membuat peserta menjadi merasa lebih punya waktu luang, lebih sabar, lebih tidak bersifat materialis dan lebih siap untuk meluangkan waktu membantu orang lain.
Rahasia Takjub akan Kebesaran Allah
Rahasia dampak positif dari ketakjuban ini, menurut para peneliti tersebut, adalah berubahnya persepsi kita terhadap waktu dan kehidupan. Pengalaman dalam ketakjuban membawa manusia ke masa kini (realitas), mengubah cara berfikir kita, menambah rasa bahagia dan membuat hidup terasa lebih memuaskan.
Jadi, ternyata Allah telah memberikan nikmat teramat besar kepada kita ketika Al Qur’an menggambarkan kebesaran Allah dan ciptaan-Nya serta meminta kita untuk mentafakuri ayat-ayat kauniyah atau tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta ini. Belum lagi jika kita tak hanya berdecak kagum karena ketakjuban itu, tetapi juga membahasi bibir kita dengan tasbih dan takbir. Selain mempersiapkan pahala atas pujian kita kepada-Nya, ternyata Allah sedang membangunkan kedermawanan dan kesabaran serta menyelipkan kebahagian di hati kita.
Dengan merasa kecil di bawah pesona keindahan dan kebesaran ciptaan Allah, ada rahasia kebaikan yang amat besar menanti kita. Allahu akbar!
“Maka Nikmat Tuhanmu yang Manakah yang Kamu Dustakan” [Ar Rahmaan]
Kamis, 28 Februari 2013
SAINS