moslem-eagle.blogspot.com - Ketua Komite Reformasi Ikhwanul Muslimin di Yordania, Salim Falahat mengatakan pada tanggal 4/6/2012, kepada kantor berita United Press International (UPI) bahwa “Gerakan Islam (Ikhwanul Muslimin) tidak ada keinginan untuk mendirikan negara Khilafah Islam, dan gerakannya (Ikhwanul Muslimin) hanya menginginkan untuk mendirikan negara sipil yang mewakili orientasi rakyat Yordania yang beragam.” Bahkan ia mengatakan bahwa “negara berasaskan agama tidak ada dalam kamus gerakan Ikhwanul Muslimin.”
Perlu diketahui bahwa mayoritas rakyat Yordania adalah Muslim. Kantor berita tersebut melaporkan pernyataan Presiden the Royal Institute for Inter-Faith Studies (RIIFS), Prof. Kamel Abu Jaber pada bulan April tahun ini bahwa jumlah orang Kristen di Yordania telah menurun dari 12% dari total penduduk pada tahun 1956 menjadi kurang dari 4% untuk saat ini.
Gerakan Ikhwanul Muslimin di Suriah pada tanggal 25 Maret lalu mengumumkan sebuah piagam dan perjanjian yang menyatakan bahwa Ikhwanul Muslimin berusaha untuk mendirikan negara sipil demokratis dalam sistem republik yang berkomitmen untuk menjaga setiap konvensi internasional yang telah dibuat. Sementara Ikhwanul Muslimin di Mesir, menyerukan pembentukan sebuah negara demokrasi modern, sebagaimana hal itu juga yang dikatakan oleh kandidat presiden dari Ikhwanul Muslimin, Mohamed Morsi.
Kata “negara modern” dalam kamus politik adalah sama dengan kata “negara sipil”. Kedua kata ini adalah istilah Barat yang keduanya bermakna negara sekuler. Bahkan, ketika Ataturk menghancurkan Khilafah, maka ia mengatakan: “Saya akan mendirikan negara modern demokratis dengan sistem republik”. Dan sejauh ini, kaum sekuleris Turki masih mengulang-ulang perkataan Ataturk, yaitu “negara modern demokratis dengan sistem republik”.
Akibatnya, semua orang terkejut dengan jatuhnya Ikhwanul Muslimin di Suriah serta Mesir, dan sekarang di Yordania, dimana Ikhwanul Muslimin meninggalkan proyek Islam dan beralih pada sistem sekuler. Bahkan, gerakan ini mengatakan melalui pernyataan para pemimpinnya bahwa mereka tidak menginginkan Khilafah Islam.
Merupakan sebuah konsekuensi logis bahwa mereka yang menyerukan negara sipil atau modern, yang berarti negara sekuler, serta mereka yang menyerukan demokrasi dan sistem republik, adalah mereka yang menolak sistem khilafah Islam yang telah didirikan oleh Rasulullah saw, dan diikuti oleh para sahabat yang mulia; dan kemudian mereka menerima proyek imperialisme Barat yang dibawa oleh kaum imperialis kafir Barat ketika mereka menghancurkan sistem khilafah Islam melalui anteknya, Ataturk, lalu mereka mendirikan sistem kerajaan sekuler atau republik, serta terikat dengan setiap kesepakatan dan perjanjian internasional yang menjamin ketergantungannya pada kaum imperialis kafir Barat, dan mencegah penyatuan kembali negeri-negeri Islam.
[kantorberitaht/htipress/moslem-eagle.blogspot.com]
Perlu diketahui bahwa mayoritas rakyat Yordania adalah Muslim. Kantor berita tersebut melaporkan pernyataan Presiden the Royal Institute for Inter-Faith Studies (RIIFS), Prof. Kamel Abu Jaber pada bulan April tahun ini bahwa jumlah orang Kristen di Yordania telah menurun dari 12% dari total penduduk pada tahun 1956 menjadi kurang dari 4% untuk saat ini.
Gerakan Ikhwanul Muslimin di Suriah pada tanggal 25 Maret lalu mengumumkan sebuah piagam dan perjanjian yang menyatakan bahwa Ikhwanul Muslimin berusaha untuk mendirikan negara sipil demokratis dalam sistem republik yang berkomitmen untuk menjaga setiap konvensi internasional yang telah dibuat. Sementara Ikhwanul Muslimin di Mesir, menyerukan pembentukan sebuah negara demokrasi modern, sebagaimana hal itu juga yang dikatakan oleh kandidat presiden dari Ikhwanul Muslimin, Mohamed Morsi.
Kata “negara modern” dalam kamus politik adalah sama dengan kata “negara sipil”. Kedua kata ini adalah istilah Barat yang keduanya bermakna negara sekuler. Bahkan, ketika Ataturk menghancurkan Khilafah, maka ia mengatakan: “Saya akan mendirikan negara modern demokratis dengan sistem republik”. Dan sejauh ini, kaum sekuleris Turki masih mengulang-ulang perkataan Ataturk, yaitu “negara modern demokratis dengan sistem republik”.
Akibatnya, semua orang terkejut dengan jatuhnya Ikhwanul Muslimin di Suriah serta Mesir, dan sekarang di Yordania, dimana Ikhwanul Muslimin meninggalkan proyek Islam dan beralih pada sistem sekuler. Bahkan, gerakan ini mengatakan melalui pernyataan para pemimpinnya bahwa mereka tidak menginginkan Khilafah Islam.
Merupakan sebuah konsekuensi logis bahwa mereka yang menyerukan negara sipil atau modern, yang berarti negara sekuler, serta mereka yang menyerukan demokrasi dan sistem republik, adalah mereka yang menolak sistem khilafah Islam yang telah didirikan oleh Rasulullah saw, dan diikuti oleh para sahabat yang mulia; dan kemudian mereka menerima proyek imperialisme Barat yang dibawa oleh kaum imperialis kafir Barat ketika mereka menghancurkan sistem khilafah Islam melalui anteknya, Ataturk, lalu mereka mendirikan sistem kerajaan sekuler atau republik, serta terikat dengan setiap kesepakatan dan perjanjian internasional yang menjamin ketergantungannya pada kaum imperialis kafir Barat, dan mencegah penyatuan kembali negeri-negeri Islam.
[kantorberitaht/htipress/moslem-eagle.blogspot.com]