Mungkin tiga kata yang menjadi judul tulisan ini terdengar agak kasar. tetapi semoga tetap tidak akan mengurangi nilai pesan yang sebenarnya ingin dibawa dalam tulisan ini.
Bahwa Timbul beberapa keresahan setelah mengamati beberapa fenomena yang terjadi di kalangan para aktivis dakwah kampus. sejatinya setiap mereka kemudian terus bekerja dan bekerja untuk kelangsungan risalah dakwah dengan tetap menjaga manhajnya, profesional dan kontinu. Sehingga dakwah ini akan semakin menerangi, diminati dan dirasakan oleh banyak orang. Namun kini hal tersebut menjadi sesuatu yang langka menurut saya menemuinya. Yang ada ialah agenda-agenda dakwah menjadi seadanya,
terperangkap masalah-masalah pribadi dll dan semua itu hanya menghabiskan energi yang akhirnya sia-sia. Mungkin ini kasuistik hanya lewat pengamatan dari sekitar penulis. Tapi bisa jadi juga terjadi di tempat yang lain.
…kader dakwah belagu.
Kader dakwah belagu. Agenda-agenda tarbawi dihadiri hanya sebisa saja. Banyak alasan ini dan itu. Padahal disanalah menjadi bagian sarana utama “mengisi” diri. Buku-buku referensi dakwah pun enggan untuk disentuh apalagi dibaca. Alasannya berat! Ah, belagu. Lantas bagaimana mungkin bisa menjalankan agenda-agenda dakwah secara “benar” sedangkan tujuan, konsep, ide tentang dakwah itu sendiri belum jelas dimasing-masing kepala para pengusungnya. Benar nyatanya yang ada bergerak hanya sebatas perasaan, insting, yang tidak jelas kemana tujuannya. Para kader dakwah pun akhirnya hanya menjadi kader organisasi maksimalnya. Bekerja hanya sebatas tuntutan program kerja.
Kader dakwah belagu. Ketika ada hasil keputusan syuro, bukannya ditanggapi dengan “kami dengarkan dan kami patuhi” tapi yang ada ialah “kami dengarkan dan buat apa kami patuhi”. Ia seolah menjadi seorang paling benar. Belagu! Berlagak sok kritis tapi tidak argumentatif. Banyak bicara tapi tidak berisi. Ngomong-ngemeng tapi tidak ada dasar. Kritis bukan tidak boleh, tapi tetap pada batasnya. Jangan sampai kemudian malah menimbulkan keretakan dalam beramal jama’i. Lagi-lagi hanya mengandalkan perasaan, ego pribadi selalu jadi benteng pertahanan. Ia seolah-olah lupa bahwa cara inilah;syuro adalah cara terbaik dalam mengambil keputusan. Buta hati melihat siapa mereka;yang memutuskan. baik secara kuantitas, kapasitas keilmuan, maupun kekuatan ruhiyah, keikhlasan, dan totalitas perjuangannya yang bisa jadi kita sangat jauh dibawah mereka. Maka seharusnya, Malulah!
Kader dakwah belagu. Ketika diberi amanah, dijalankan semaunya dan seadanya. Pun banyak menemukan mereka yang milah milih amanah. Dicari hanya yang sesuai kepentingan pribadi. Mengambil hanya yang mudah-mudahnya saja. ada suatu amanah dakwah, yang seharusnya ia kerjakan. Namun akhirnya menolak dengan segala alasan yang dibuat. Ketika yang lain mengambilnya dengan gampangnya menjustifikasi dengan prasangka negatif; gila amanah, kejar posisi dll. Naudzbillah.
Kader dakwah belagu. Giliran kritik mengkritik nomer satu. Saat diajak kongkrit selalu terbelakang. Setiap syuro telat. Dan tanpa merasa berdosa hanya bisa banyak berkata “afwan”. Cek yaumiah ternyata mirip papan catur. Cek mesjid sekitar tempat ia tinggal, tidak pernah nongol juga shalat subuh jamaah.
Kader dakwah belagu. Saat ada kemungkaran yang terjadi, ia hanya mengandalkan sifat reaktif. Lah, kemana saja selama ini? Sudahkah kita berusaha maksimal menggunakan sarana-sarana untuk mencegahnya? Maka yang terlihat hanyalah ia melakukan penghakiman dimana-mana. Ia lupa bahwa gelap itu tidak pernah salah. Yang salah adalah tidak adanya cahaya sehingga gelap itu datang.
Kader dakwah belagu. Menggembar gemborkan amal jama’i. Sedangkan ia sendiri membatasi kerja-kerjanya hanya sebatas organisasi atau lembaganya. Padahal kerja-kerja seharusnya ialah kerja yang sifatnya fungsionalitas, tidak berbatas hanya sama organisasi atau lembaga.
Kader dakwah belagu. Ketika diajak diskusi tentang islam ataupun tentang dakwahnya maka ia menjadi orang yang malas. Jelas saja karena kini yang ada di kepala mungkin kebanyakan mereka hanya soal lawan jenis;ikhwan, akhwat. Ada kajian keilmuan juga berat hadir. Wajar kalau diajak bergerak susah, Sadar woii!
…
Penulis bisa jadi juga termasuk para kader belagu itu. Sehingga ditulis pun bisa menjadi sarana muhasabah pribadi.
Bahwa agenda-agenda dakwah akan berjalan dengan baik manakala setiap dari mereka para pengusungnya memiliki semangat, keyakinan terhadap dakwahnya, dan kerelaannya menanggung pengorbanan yang menjadi konsekuensinya. Tidak bisa berjalan jika di isi oleh kader-kader manja, slengean. Ditambah semangat untuk terus menambah menggali pemahaman.
Jangan sampai kita hanya menjadi penghambat dakwah. bahkan lebih kasar hanya menjadi sampah saja yang menyebarkan bau tidak sedap dalam jamaah. Sebaliknya harus menjadi para penggerak. Yang menyalakan cahaya, menghilangkan kegelapan.
http://bukananakraja.wordpress.com
ARTIKEL TERKAIT
http://adf.ly/HHuZ6http://adf.ly/HHvEV
http://adf.ly/HHv7n
http://adf.ly/HHv1S
http://adf.ly/HHuuj
http://adf.ly/HHueS